Alasan Pembangunan Pabrik Propelan di SubangJakarta ★ Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Prancis.
Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.
Direktur Utama PT Dahana (Persero), Harry Sampurno mengungkapkan alasan mengapa pemerintah setuju pembangunan pabrik propelan tersebut di area sekitar perusahaan Dahana.
"Kebetulan Subang itu sudah disiapkan sejak 20 tahun, kenapa subang karena infrastrukturnya terbangun," kata Harry di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Tidak hanya infrastruktur, pemilihan Subang sebagai lokasi dibangunnya pabrik propelan ini juga lantaran terpaku dengan bahan baku dasar yang lain, sudah tersedia, dan tidak bisa dilakur atau pemindahan ke lokasi lain.
"Ada komponen bahan baku seperti asam nitrat 98 persen yang tidak ditransfer dan tidak bisa diimpor, makanya kita bangun disana (Subang)," tambahnya.
Menurut Harry, dirinya sama sekali tidak mengkhawatirkan soal defisit listrik yang akan terjadi di Pulau Jawa. Dirinya mengungkapkan, pembangunan pabrik propelan ini tidak banyak menghabiskan energi listrik.
"Energi listriknya tidak terlalu besar, dan kita menggunakan PLTA jati besar yang 2 tahun lagi, dan Subang yang 10 tahun lagi selesai," ungkapnya.
Tidak hanya itu, pemilihan dua perusahaan asal Prancis ini juga lantaran pada 2011 silam sudah melakukan kerjasama yang konteksnya lebih besar dibandingkan perjanjian pembangunan pabrik.
"Kita juga melihatnya karena mereka itu pemilik teknologi yang tercanggih," tukas dia.Pabrik Baru Dahana Produksi 1.500 Ton Amunisi/TahunPT Dahana (Persero) ditunjuk oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membangun pabrik propelan atau bahan baku amunisi persenjataan Indonesia.
Direktur Utama PT Dahana (Persero), Harry Sampurno mengungkapkan, pabrik propelan yang dibangun di luas lahan 50 hektare serta membutuhkan investasi sekitar 400 juta euro, diproyeksikan akan mampu memproduksi propelan 1.500 ton setiap tahunnya.
"Kapasitasnya 1.500 ton per tahun," kata Harry usai konferensi pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Harry mengungkapkan, pembangunan pabrik propelan ini merupakan sebagai pabrik propelan pertama yang dimiliki Indonesia. "Pabrik ini kita sudah bercita-cita dari 20 tahun lalu," tambahnya.
Harry mengungkapkan, meski terbilang sebagai pabrik propelan pertama di Indonesia, akan tetapi dirinya tidak menutup kemungkinan untuk melakukan ekspor propelan kepada negara lain yang membutuhkan.
"Kalau lebih diserap kesemua negara yang produksi peluru," tukas dia.
Diketahui, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Francis. Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.
Adapun, penandatanganan MoU pembangunan pabrik propelan ini dilakukan oleh Direktur Utama PT Dahana (Persero) Harry Sampurno, Senior VP Bussines Development Jean Claude dan CEO Roxel France Jacques Desclaux yang disaksikan oleh Plt. Dirjen Pothan Kemhan Timbul Siahaan, Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) Kemhan Brigjen TNI Zaelan Arifin, dan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga, Silmy Karim.Dahana Targetkan Produksi 63 Ribu Ton Bahan PeledakGuna meningkatkan produksi, PT Dahana (Persero) tengah membidik enam proyek baru dengan nilai kontrak sebesar USD15 juta hingga USD20 juta.
Adapun posisi produksi Dahana saat ini sebesar 56 ribu ton bahan peledak (handak).
Direktur Utama PT Dahana (Persero) Harry Sampurno mengatakan, jika enam proyek yang tengah dibidik oleh perseroan. Maka, volume produksi bahan peledak Dahana dapat meningkat menjadi 63 ribu ton per tahunnya.
"Sekarang kan volume kita 56 ribu ton, kalau yang enam ini berhasil, akan menjadi 63 ribu ton," kata Harry saat bincang-bincang di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (14/3/2014).
Harry menjelaskan, 56 ribu ton volume produksi Dahana saat ini terbilang masih jauh dari kebutuhan nasional akan bahan peledak. Di mana, nasional membutuhkan 300 ribu bahan peledak setiap tahunnya.
"Kita hanya sekitar seperenamnya saja, makanya kita cari alternatif bisnis biar kita fleksibel," jelasnya.
Adapun, keenam proyek yang tengah dibidik Dahana antara lain PT Kasongan Bumi Kencana, Tambang Emas, ABN Grup Toba, PT Cabuse, MPO (Mitra Perdana Utama) di Malino, Kontruksi Pulau Seram, Tambang Emas di Banyuwangi Bukit Pitu, dan Malino Kalimantan Utara, namun pihaknya masih berkompetisi dengan luar negeri.Produk Propelan Dahana akan Berubah Jadi Peluru di PindadPT Dahana (Persero) menyatakan, pembangunan pabrik propelan yang ditargetkan ground breaking pada Oktober 2014, ini akan disuplai kembali kepada PT Pindad (Persero), sebagai tahap finalisasi pembuatan amunisi atau peluru persejataan.
"Kita buat bahan bakunya, nanti kita serahkan ke Pindad, Pindad yang akan membuat produksinya," kata Direktur Utama PT Dahana, Harry Sampurno usai preskon pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Harry mengungkapkan, kebutuhan amunisi pertahanan di Indonesia sekitar 400 ton sampai 500 ron per tahunnya. Dengan adanya pabrik propelan pertama di Indonesia ini akan memenuhi kebutuhan amunisi persenjataan selama lima tahun ke depan.
Tidak hanya itu, mengenai komposisi kepemilikan saham pabrik propelan ini, Harry menyebutkan mayoritas kepemilikan dipegang oleh Indonesia, dalam hal ini PT Dahana (Persero).
"Kepemilikan tetap BUMN, karena kepemilikan saham asing tidak boleh lebih dari 49%," tambahnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) Kemhan Brigjen TNI Zaelan Arifin mengungkapkan, selama ini Indonesia selalu melakukan impor propelan dari Belgia, sebagai bahan baku yang akan dimasukan kedalam casing peluru produksi Pindad.
"Propelane ini untuk isian, sehingga ke depan diharapkan bisa bekerjasama untuk mengisi casing yang dibuat oleh Pindad," tukas dia.
Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.
Direktur Utama PT Dahana (Persero), Harry Sampurno mengungkapkan alasan mengapa pemerintah setuju pembangunan pabrik propelan tersebut di area sekitar perusahaan Dahana.
"Kebetulan Subang itu sudah disiapkan sejak 20 tahun, kenapa subang karena infrastrukturnya terbangun," kata Harry di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Tidak hanya infrastruktur, pemilihan Subang sebagai lokasi dibangunnya pabrik propelan ini juga lantaran terpaku dengan bahan baku dasar yang lain, sudah tersedia, dan tidak bisa dilakur atau pemindahan ke lokasi lain.
"Ada komponen bahan baku seperti asam nitrat 98 persen yang tidak ditransfer dan tidak bisa diimpor, makanya kita bangun disana (Subang)," tambahnya.
Menurut Harry, dirinya sama sekali tidak mengkhawatirkan soal defisit listrik yang akan terjadi di Pulau Jawa. Dirinya mengungkapkan, pembangunan pabrik propelan ini tidak banyak menghabiskan energi listrik.
"Energi listriknya tidak terlalu besar, dan kita menggunakan PLTA jati besar yang 2 tahun lagi, dan Subang yang 10 tahun lagi selesai," ungkapnya.
Tidak hanya itu, pemilihan dua perusahaan asal Prancis ini juga lantaran pada 2011 silam sudah melakukan kerjasama yang konteksnya lebih besar dibandingkan perjanjian pembangunan pabrik.
"Kita juga melihatnya karena mereka itu pemilik teknologi yang tercanggih," tukas dia.Pabrik Baru Dahana Produksi 1.500 Ton Amunisi/TahunPT Dahana (Persero) ditunjuk oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk membangun pabrik propelan atau bahan baku amunisi persenjataan Indonesia.
Direktur Utama PT Dahana (Persero), Harry Sampurno mengungkapkan, pabrik propelan yang dibangun di luas lahan 50 hektare serta membutuhkan investasi sekitar 400 juta euro, diproyeksikan akan mampu memproduksi propelan 1.500 ton setiap tahunnya.
"Kapasitasnya 1.500 ton per tahun," kata Harry usai konferensi pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Harry mengungkapkan, pembangunan pabrik propelan ini merupakan sebagai pabrik propelan pertama yang dimiliki Indonesia. "Pabrik ini kita sudah bercita-cita dari 20 tahun lalu," tambahnya.
Harry mengungkapkan, meski terbilang sebagai pabrik propelan pertama di Indonesia, akan tetapi dirinya tidak menutup kemungkinan untuk melakukan ekspor propelan kepada negara lain yang membutuhkan.
"Kalau lebih diserap kesemua negara yang produksi peluru," tukas dia.
Diketahui, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) baru saja menjadi saksi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) bersama yang dilakukan oleh PT Dahana (Persero) dengan Eurenco dan Roxel yang berasal dari Francis. Penandatanganan kerjasama ini mengenai pembangunan pabrik propelan di Subang, Jawa Barat.
Adapun, penandatanganan MoU pembangunan pabrik propelan ini dilakukan oleh Direktur Utama PT Dahana (Persero) Harry Sampurno, Senior VP Bussines Development Jean Claude dan CEO Roxel France Jacques Desclaux yang disaksikan oleh Plt. Dirjen Pothan Kemhan Timbul Siahaan, Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) Kemhan Brigjen TNI Zaelan Arifin, dan Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga, Silmy Karim.Dahana Targetkan Produksi 63 Ribu Ton Bahan PeledakGuna meningkatkan produksi, PT Dahana (Persero) tengah membidik enam proyek baru dengan nilai kontrak sebesar USD15 juta hingga USD20 juta.
Adapun posisi produksi Dahana saat ini sebesar 56 ribu ton bahan peledak (handak).
Direktur Utama PT Dahana (Persero) Harry Sampurno mengatakan, jika enam proyek yang tengah dibidik oleh perseroan. Maka, volume produksi bahan peledak Dahana dapat meningkat menjadi 63 ribu ton per tahunnya.
"Sekarang kan volume kita 56 ribu ton, kalau yang enam ini berhasil, akan menjadi 63 ribu ton," kata Harry saat bincang-bincang di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (14/3/2014).
Harry menjelaskan, 56 ribu ton volume produksi Dahana saat ini terbilang masih jauh dari kebutuhan nasional akan bahan peledak. Di mana, nasional membutuhkan 300 ribu bahan peledak setiap tahunnya.
"Kita hanya sekitar seperenamnya saja, makanya kita cari alternatif bisnis biar kita fleksibel," jelasnya.
Adapun, keenam proyek yang tengah dibidik Dahana antara lain PT Kasongan Bumi Kencana, Tambang Emas, ABN Grup Toba, PT Cabuse, MPO (Mitra Perdana Utama) di Malino, Kontruksi Pulau Seram, Tambang Emas di Banyuwangi Bukit Pitu, dan Malino Kalimantan Utara, namun pihaknya masih berkompetisi dengan luar negeri.Produk Propelan Dahana akan Berubah Jadi Peluru di PindadPT Dahana (Persero) menyatakan, pembangunan pabrik propelan yang ditargetkan ground breaking pada Oktober 2014, ini akan disuplai kembali kepada PT Pindad (Persero), sebagai tahap finalisasi pembuatan amunisi atau peluru persejataan.
"Kita buat bahan bakunya, nanti kita serahkan ke Pindad, Pindad yang akan membuat produksinya," kata Direktur Utama PT Dahana, Harry Sampurno usai preskon pers di Balai Media Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Harry mengungkapkan, kebutuhan amunisi pertahanan di Indonesia sekitar 400 ton sampai 500 ron per tahunnya. Dengan adanya pabrik propelan pertama di Indonesia ini akan memenuhi kebutuhan amunisi persenjataan selama lima tahun ke depan.
Tidak hanya itu, mengenai komposisi kepemilikan saham pabrik propelan ini, Harry menyebutkan mayoritas kepemilikan dipegang oleh Indonesia, dalam hal ini PT Dahana (Persero).
"Kepemilikan tetap BUMN, karena kepemilikan saham asing tidak boleh lebih dari 49%," tambahnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Direktur Teknologi Industri Pertahanan (Dirtekindhan) Kemhan Brigjen TNI Zaelan Arifin mengungkapkan, selama ini Indonesia selalu melakukan impor propelan dari Belgia, sebagai bahan baku yang akan dimasukan kedalam casing peluru produksi Pindad.
"Propelane ini untuk isian, sehingga ke depan diharapkan bisa bekerjasama untuk mengisi casing yang dibuat oleh Pindad," tukas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar