Senin, 21 Juli 2014

Gaza, Otoritas Palestina dan Mesir

perlintasan Rafah
  Muhammas Shalih Musffir
Setelah rekonsiliasi Fatah dan Hamas dan kesepakatan membentuk pemerintah nasional Palestina bersatu para Mei lalu, dan dibentuk cabinet dengan PM Rami Hamdallah, maka pemerintah ini bertanggungjawab menjaga rakyat Palestina, tanah dan seluruh wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Dari titik tolak pemahaman ini, tugas menghadang kejahatan Israel  terhadap Jalur Gaza, darat, laut dan udara, serangan ke kota-kota Tepi Barat, penculikan warga Palestina siang malam, yang kini mencapai 7000 orang di penjara Israel adalah berada di tangan Otoritas Palestina pimpinan Mahmud Abbas. Jika ia meremehkan kewajibannya yang bersifat nasional ini maka dia tidak memiliki hak untuk mengalangi pihak lain menunaikan tugasnya dilalaikan tersebut. Bangsa Arab shock, ketika Abbas ikut dalam inisiatif Mesir bersama pakar-pakar dari kantor pemerintah Israel  Netanyahu dimana inisiatif itu hanya berpihak kepada penjajah Zionis Israel.
Setelah diteliti dan dianalisis oleh pakar Arab dan internasional, inisiatif itu sama sekali tidak berpihak kepada kepentingan dan hak Palestina. Inisiatif itu ternyata tidak sama sekali tidak mencegah Israel  melakukan agresi ke Jalur Gaza. Israel  melakukan ini semua ternyata mereka mengalami ksisis dalam negeri.
Saat melakukan agresi ke Gaza, serangan ke wilayah Tepi Barat, menangkapi aktivis Palestina hanyalah usaha Israel  untuk menunjukkan mereka pemerintah serius mensejahterakan warga Israel.
Karena tidak menguntungkan warga Jalur Gaza dan Tepi Barat, faksi-faksi Palestina yang bekerja di lapangan, kecuali Mahmud Abbas dan kroninya dari Fatah, tidak menyetujui inisiatif tersebut. Dalam inisiatif itu sama sekali tidak ada tuntutan dan jaminan dari dunia Arab dan dunia internasional bahwa Israel  tidak mengulang agresinya ke Jalur Gaza dan tidak menangkapi warga Palestina di Tepi Barat, tidak berisi syarat membebaskan mereka dari penjara Israel. Tidak ada pula syarat jaminan hak Palestina shalat di Masjid Al-Aqsha dengan aman dari pelanggaran-pelanggaran kesucian masjid tersebut dari warga ekstrim yahudi, tidak ada jaminan pembukaan perlintasan secara permanen dan ternyata yang menjaga di perlintasan hanya Otoritas Palestina dan keamanan Mesir tanpa melibatnya representative warga Jalur Gaza.
Dalam berita BBC pada Jumat lalu dinyatakan bahwa perlintasan Rafah dibuka sepanjang tahun selama 24 jam dan tidak ditutup sama sekali.
Agaknya pihak media tidak pernah tahu dimana posisi perlintasan Rafah yang ditutup selama tujuh tahun itu dan hanya dibuka beberapa waktu saja selama tiga jam.
Beberapa saat lalu ada kabar perlawanan Palestina mengajukan inisiatif serius bagi gencatan senjata segera, salinannya diserahkan kepada Menlu Qatar dan diserahkan kemudian kepada koleganya Menlu Amerika agar Washington yang menjadi penjamin pelaksanaan inisiatif itu.
Inilah ujian bagi Mesir. Apakah ingin menghentikan perang, selamanya untuk keamanan Mesir dan menjaga warga Gaza. Jika ada revisi inisiatif seharusnya dilakukan di lapangan bukan di kantor otoritas Palestina atau Mesir dan kantor keamanan Israel. (bsyr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar