Muhammas Shalih Musffir
Setelah
rekonsiliasi Fatah dan Hamas dan kesepakatan membentuk pemerintah
nasional Palestina bersatu para Mei lalu, dan dibentuk cabinet dengan PM
Rami Hamdallah, maka pemerintah ini bertanggungjawab menjaga rakyat
Palestina, tanah dan seluruh wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Dari
titik tolak pemahaman ini, tugas menghadang kejahatan Israel terhadap
Jalur Gaza, darat, laut dan udara, serangan ke kota-kota Tepi Barat,
penculikan warga Palestina siang malam, yang kini mencapai 7000 orang di
penjara Israel adalah berada di tangan Otoritas Palestina pimpinan
Mahmud Abbas. Jika ia meremehkan kewajibannya yang bersifat nasional ini
maka dia tidak memiliki hak untuk mengalangi pihak lain menunaikan
tugasnya dilalaikan tersebut. Bangsa Arab shock, ketika Abbas ikut dalam
inisiatif Mesir bersama pakar-pakar dari kantor pemerintah Israel
Netanyahu dimana inisiatif itu hanya berpihak kepada penjajah Zionis
Israel.
Setelah diteliti dan dianalisis
oleh pakar Arab dan internasional, inisiatif itu sama sekali tidak
berpihak kepada kepentingan dan hak Palestina. Inisiatif itu ternyata
tidak sama sekali tidak mencegah Israel melakukan agresi ke Jalur Gaza.
Israel melakukan ini semua ternyata mereka mengalami ksisis dalam
negeri.
Saat melakukan agresi ke Gaza,
serangan ke wilayah Tepi Barat, menangkapi aktivis Palestina hanyalah
usaha Israel untuk menunjukkan mereka pemerintah serius mensejahterakan
warga Israel.
Karena tidak menguntungkan
warga Jalur Gaza dan Tepi Barat, faksi-faksi Palestina yang bekerja di
lapangan, kecuali Mahmud Abbas dan kroninya dari Fatah, tidak menyetujui
inisiatif tersebut. Dalam inisiatif itu sama sekali tidak ada tuntutan
dan jaminan dari dunia Arab dan dunia internasional bahwa Israel tidak
mengulang agresinya ke Jalur Gaza dan tidak menangkapi warga Palestina
di Tepi Barat, tidak berisi syarat membebaskan mereka dari penjara
Israel. Tidak ada pula syarat jaminan hak Palestina shalat di Masjid
Al-Aqsha dengan aman dari pelanggaran-pelanggaran kesucian masjid
tersebut dari warga ekstrim yahudi, tidak ada jaminan pembukaan
perlintasan secara permanen dan ternyata yang menjaga di perlintasan
hanya Otoritas Palestina dan keamanan Mesir tanpa melibatnya
representative warga Jalur Gaza.
Dalam
berita BBC pada Jumat lalu dinyatakan bahwa perlintasan Rafah dibuka
sepanjang tahun selama 24 jam dan tidak ditutup sama sekali.
Agaknya
pihak media tidak pernah tahu dimana posisi perlintasan Rafah yang
ditutup selama tujuh tahun itu dan hanya dibuka beberapa waktu saja
selama tiga jam.
Beberapa saat lalu ada
kabar perlawanan Palestina mengajukan inisiatif serius bagi gencatan
senjata segera, salinannya diserahkan kepada Menlu Qatar dan diserahkan
kemudian kepada koleganya Menlu Amerika agar Washington yang menjadi
penjamin pelaksanaan inisiatif itu.
Inilah
ujian bagi Mesir. Apakah ingin menghentikan perang, selamanya untuk
keamanan Mesir dan menjaga warga Gaza. Jika ada revisi inisiatif
seharusnya dilakukan di lapangan bukan di kantor otoritas Palestina atau
Mesir dan kantor keamanan Israel. (bsyr) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar