Selasa, 23 September 2014

Arab Saudi Akui Beli Rudal Balistik DF-21 dari China


Rudal balistik DF-21

Arab Saudi mengaku telah membeli rudal balistik DF-21 dari China untuk mempertahankan kota Mekkah dan Madinah, kata Dr. Anwar Eshqi, seorang purnawirawan Mayor Jenderal dan penasihat umum Dewan Militer Bersama Arab Saudi dalam sebuah konferensi pers.
"Militer Saudi memang telah menerima rudal DF-21 dari China beserta integrasinya, termasuk pengecekan secara menyeluruh dan fasilitas upgrade, komplit," ujar Eshqi seperti dikutip dalam surat kabar Okaz yang berbasis di Jeddah, dilansir laman Want China Times. Selain untuk mempertahankan dua kota suci umat Islam ini, rudal balistik DF-21 juga akan digunakan sebagai payung pelindung untuk membela sekutu Arab Saudi di Teluk Persia, dia menambahkan, bahwa rudal tersebut tidak ditujukan untuk serangan ofensif.

Rudal balistik DF-21 adalah rudal berbahan bakar padat yang memiliki jangkauan sekitar 1.700 kilometer, dan diyakini memiliki kecepatan tertinggi sekitar Mach 5 (6.125 km/jam). Rudal yang berkemampuan nuklir ini juga dapat digunakan sebagai rudal balistik anti-kapal, dan sulit untuk dicegat. Perkiraan, sebuah rudal DF-21 China dapat menenggelamkan sebuah kapal induk. 

Menurut laporan Newsweek Amerika Serikat, Saudi Arabia menandatangani kontrak pembelian rudal DF-21 dengan China pada tahun 2007, namun kedua belah pihak tidak mengakui kesepakatan tersebut. Sekarang Arab Saudi sudah menyatakan telah membeli DF-21 sebagai pesan pencegahan kepada Iran.

Ini bukan pertama Arab Saudi membeli rudal balistik dari China. Sebelumnya pada tahun 1988 Arab Saudi juga telah membeli rudal balistik DF-3 yang berkemampuan nuklir dari China secara diam-diam. Hal ini kemudian menimbulkan kecaman keras AS dan beberapa kalangan khawatir bahwa pembelian rudal DF-3 sebagai jalan bagi Riyadh untuk mengembangkan hulu ledak nuklir.

Namun karena miskinnya keakuratan rudal DF-3, membuat rudal ini 'impoten' sebagai counterstrike untuk rudal Scud Saddam Hussein selama Perang Teluk pertama. Otoritas Arab Saudi kala itu juga menolak meluncurkannya ke Irak karena kemungkinan besar akan memakan korban sipil massal. Akhirnya setelah Perang Teluk, Arab Saudi kembali mencari rudal balistik yang lebih akurat dan mereka menemukannya pada DF-21.

DF-21 (kode NATO: CSS-5) merupakan upgrade dari rudal DF-3 (kode NATO: CSS-2) yang memiliki tingkat keakuratan (presisi) yang lebih besar meskipun jangkauannya lebih pendek (DF-3 dapat mencapai 3.000 kilometer). Menurut Newsweek, rudal DF-21 dapat digunakan untuk menyerang target-target yang 'bernilai tinggi' di Iran, seperti istana presiden dan istana pemimpin tertinggi Iran. 
Meskipun presisi dari DF-21 sangat penting, namun ada keuntungan besar lainnya dari DF-21 yaitu menggunakan bahan bakar padat dan kemampuan mobile-nya. Menggunakan bahan bakar padat berarti memungkinkan DF-21 diluncurkan lebih cepat dan kurang membutuhkan perawatan, yang mana hal ini akan sangat menguntungkan militer Arab Saudi mengingat selama ini mereka selalu meminta bantuan asing dalam mengoperasikan sistem-sistem senjata yang canggih. Sedangkan fakta bahwa DF-21 dapat diluncurkan dari peluncur mobile (bergerak dengan truk) artinya kemampuan rudal ini untuk bertahan hidup lebih besar, meskipun karakteristik seperti ini tampaknya tidak terlalu dibutuhkan mengingat jenis ancaman yang Arab Saudi hadapi.

Sedangkan untuk hulu ledak, hulu ledak konvensional (non nuklir) yang digunakan DF-21 masih terlalu kecil untuk menyebabkan kerusakan yang berdampak strategis. Bahkan jika pun China juga menjual hulu ledak mod-4 (anti kapal) untuk DF-21 kepada Arab Saudi, yang secara teoritis dapat menghancurkan kapal induk, namun Arab Saudi tidak memiliki teknologi sensor untuk menemukan sebuah kapal induk.

Amerika Serikat tidak mengecam penjualan rudal DF-21 ke Arab Saudi selama rudal balistik tersebut bukan varian yang dapat dilengkapi dengan hulu ledak nuklir, ujar laporan Newsweek. Tapi walau bagaimanapun, DF-21 tetaplah rudal yang sudah diberi kemampuan untuk dilengkapi dengan hulu ledak nuklir.

Keputusan yang dibuat oleh pemerintah Arab Saudi untuk membeli sistem rudal dari China, bukan dari Amerika, menunjukkan bahwa Riyadh tampak ingin menjauh atau menjaga jarak dari Washington. Dengan pembelian rudal ini, AS tidak hanya kehilangan potensi pendapatan dalam eskpor rudalnya, tetapi juga kehilangan 'kontrol' atas Arab Saudi.

Gambar DF-21: Internet China

Tidak ada komentar:

Posting Komentar