Rabu, 10 September 2014

Sekilas Tentang Josaphat Sang Profesor Ahli Radar dan Drone yang Berjaya di Negri Sakura [Bagian 1]

Awal Pembangunan Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL)

Sejak diangkat menjadi Associate Professor di Center for Environmental Remote Sensing (CEReS), Chiba University pada tanggal 1 April 2005, yang terpikir dalam diri saya adalah bagaimana membangun pusat penelitian terlengkap, setidaknya di Jepang untuk bidang microwave remote sensing. CEReS adalah pusat penelitian di bidang penginderaan jarak jauh atau remote sensing di bawah langsung Kementerian Pendidikan dan Teknologi (MEXT) atau Monbukagakusho Jepang yang berada dalam Chiba University. Sehingga saat mendapat surat pengangkatan sebagai Associate Professor langsung mendapatkan nomor pegawai negeri Jepang di bawah Monbukagakusho (MEXT). 


Josaphat Laboratory – Synthetic Aperture Radar (SAR) ground test measurement system with 0.1 mm precision
Saat itu yang terlintas di kepala saya, tahun 1999 lepas PNS Indonesia dan sekarang malah dihargai oleh negara asing menjadi PNS negara lain. Maka saya hidup antara dua negara ini, dimana Jepangpun seperti negara saya sendiri dan malah memberi kesempatan banyak untuk merealisasikan ide-ide yang tidak dapat dilaksanakan di Indonesia, tanah air saya selama ini. Banyak kolega, sahabat, saudara hingga orang tua angkat Jepangpun menganggap saya sebagai bagian mereka, sehingga kehidupan sehari-hari saya dan keluarga seperti biasa. Saya akan tersadarkan sebagai warga negara asing, hanya pada saat melewati imigrasi di bandara Narita atau Haneda saja.



Ide saya selama inipun telah banyak memberi warna pada teknologi Jepang, khususnya bidang antenna untuk mobile satellite communication yang terpasang di perangkat untuk Engineering Test Satellite (ETS-VIII), percobaan pada bullet train atau kereta tercepat Jepang, sistem komunikasi kendaraan yang dapat bergerak dari Wakanai di Hokkaido paling utara Jepang, hingga pulau Ishigaki di Okinawa, paling selatan Jepang. Sesuai dengan nama saya pemberian orang tua saya, “Josaphat” adalah nama raja ke empat kerajaan Yudea yang hanya hidup untuk negerinya, maka sayapun selalu berjuang hidup mati untuk negeri yang menghormati atas karya dan nilai hidup saya, sehingga falsafah hidup saya adalah “Hidup untuk negara, keluarga dan sahabat, sehingga ‘Hidup demi kehormatan negara, keluarga dan sahabat’ atau  ‘Live for pride of country, family, and friends’ yang ingin tertulis di nisan saya nanti.

Sejak temuan pertama saya, antenna transparent sekitar awal tahun 2002, banyak komunitas Jepang yang tertarik dengan hasil temuan saya. Berbagai dukungan untuk pengembangan penelitian saya, mendorong saya untuk lebih dalam melakukan penelitian bidang antenna. Kemudian saya pusatkan penelitian pada antenna-antenna yang berhubungan dengan aerospace yang biasanya menggunakan polarisasi melingkar atau circular polarization (CP). Maka sejak diangkat menjadi Associate Professor, maka saya lebih pusatkan pada penelitian CP untuk synthetic aperture radar (SAR) sensor yang biasa digunakan untuk keperluan militer sebelumnya dan sejak tahun 1990 mulai berkembang untuk keperluan sipil pula.

Saat diangkat sebagai staff pengajar, saya hanya mendapatkan satu kamar staff dan satu kamar mahasiswa di lantai 2 gedung CEReS. Ruang ini merupakan cikal bakal dariJosaphat Microwave Remote SensingLaboratory (JMRSL) atau Josaphat Laboratory. Dimana kamar mahasiswa masih dipakai bersama dua mahasiswa (Lim dari Korea dan Dash dari India) Prof. Sugimori (nantinya beliau menjadi Direktur CReSOS di UniversitasUdayana).

Hari pertama masuk saat diangkat saya undang Ibu saya, agar tahu tata cara pengangkatan di Jepang dan cara hidup serta kerja staff di Jepang. Walau banyak hal yang aneh bagi Ibu saya, saya kira cukup menarik pula bagi orang awam untuk melihat budaya kerja negara lain. Sejak diangkat langsung tidak perlu tunggu waktu lagi, agar dapat melengkapi fasilitas laboratorium,maka saya siapkan dua proposal ke Monbukagakusho (Kagakukenkyuuhi-Research Grant Aid) di tahun 2005 untuk mendapatkan pendanaan mulai tahun 2006. Saat itu langsung saya apply Young Scientist (A), yaitu Research Grant yang cukup sulit untuk Young Scientist dengan besaran dana 3 milyar rupiahan bila dikurskan ke Rupiah. Topik penelitian saat itu yang saya sampaikan adalah pengembangan sensor CP-SAR untuk pesawat terbang. Dimana CP-SAR sendiri adalah tema original yang belum ada selama ini. Sehingga penelitian ini diterima dan mendapatkan dana sekitar 2.7 milyar rupiah. Maka ini kesempatan saya untuk membangun sebagian dari anechoic chamber atau ruang kedap gelombang electromagnet dilaboratorium saya. Demikian sebagian dana saya gunakan untuk membeli alat ukur dan komponen radar. Bersamaan penelitian radar, saya kembangkan pula beberapa teknik penerapan radar untuk pemetaan perubahan lingkungan akibat bencana alam menggunakan teknik interferometric SAR (InSAR) dan Differential InSAR (DInSAR), sehingga berbagai paper sebagai laporan hasil penelitian ini dimuat di International Journal of Remote Sensing, IEEE TGRS dll.


By : Prof. Josaphat

Pengembangan Synthetic Aperture Radar (SAR)

Sejak kecil saya ingin mengembangkan radar sendiri, berlatar belakang alasan mengapa TNI-AU dan LPND Indonesia tidak bisa membuat radar sendiri saat saya tinggal di komplek TNI-AU Lanud Sulaiman Margahayu tahun 1970-1974 dan Lanud Adisumarmo tahun 1974-1989. Sejak saya belajar di Kanazawa University saat studi di S1 dan S2, maka saya membuat sistem radar sendiri, walau simple yaitu radar bawah tanah atau Ground Penetrating Radar (GPR). Sistem sendiri saya buat saat S1 menggunakan circuit yang sederhana tapi berarus tinggi hingga puluhan ribu Ampere di setiap pulsanya, sehingga dapat menembus lapisan tanah beberapa ratus meter menggunakan loop antenna berdiameter 1 hingga 10 meter. Berangkat dari hasil penelitian ini, saya ingin tahu proses hantaran gelombang di media tanah kering dan lembab atau basah, karena Jepang dan Indonesia mempunyai musim panas / kering dan hujan, sehingga parameter ini perlu diketahui. Maka saya lakukan simulasi penggunakan metoda finite difference time domain (FDTD). Metoda ini pada tahun 1990an baru mulai berkembang, dan baru sedikit peneliti yang memulai penelitian menggunakan metoda ini. Saat itu saya lakukan simulasi hantaran gelombang di dua lapisan,yaitu lapisan udara dan tanah, berikut beberapa jenis obyek yang ada di dalam tanah. Simulasi GPR dengan menggunakan FDTD dilakukan saat S2 hingga lulustahun 1997. Akhirnya saya tulis juga satu buku mengenai metoda FDTD dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh Penerbit ITB, pada saat saya menjadi dosen tamu di ITB.

Pengembangan GPRpun dilanjutkan di Indonesia pada saatkembali bekerja di BPPT pada April 1997. Saat itu mencoba mengumpulkan dana penelitian dari dalam negeri. Setelah apply beberapa, maka diperoleh pendanaan dari Riset Unggulan Terpadu (RUT) Dewan Riset Nasional (DRN) bersama rekan-rekan dari Teknik Elektro ITB. Kebetulan Indonesia saat itu mulai terjadi krisis moneter dan berujung goyahnya pondasi politik kita, sehingga kondisi keuangan negarapun tidak memungkinkan untuk mensupport penelitian kami. Hasil penelitian awal ini, setidaknya dapat menjadi awal penelitian GPR di Indonesia dan sempat dimuat di Majalah Warta Ekonomi. Hingga saat ini penelitian ini dilanjutkan oleh rekan-rekan di Teknik Elektro ITB setelah saya kembali berkarya di Jepang.

Pada saat kembali ke Jepang akhir tahun 1998, masih tetap ingin merealisasikan cita-cita sejak kecil, yaitu membangun sistem radar yang khas. Pada saat masuk ke program S3, mencari laboratorium yang dapat mengembangkan diri sendiri, maka saya pilih salah satu laboratorium di Center for Environmental Remote Sensing (CEReS), Chiba University. Setelah memilih berbagai alternative radar yang tepat untuk bidang remote sensing, maka saya pilih synthetic aperture radar (SAR), dimana sensor ini dapat dioperasikan di siang dan malam hari, serta segala cuaca karena dapat menembus awan, asap dan kabut. Hanya pengembangan SAR sensor ini memerlukan dana yang cukup besar, sehingga pada saat studi di program S3 hanya memusatkan diri pada pengembangan teori, tepatnya hamburan gelombang mikro saja. Pada saat studi di program S3 ini berbagai macam teori hamburan gelombang mikro saya kembangkan berikut penerapannya untuk monitoring lahan gambut, diameter pohon, volume biomass hutan dll. Berbagai paper telah terbit di International Journal of Remote Sensing dll, dimana jumlah paper yang terbit saat itu melebihi syarat sebagai Lecturer. Maka pada saat lulus pada Maret 2002 ditawari oleh bebeberapa Universitas dari Jepang, UK, Amerika dan Israel. Maka saya pilih Chiba University, karena lokasinya sangat dekat dengan Tokyo dan Narita International Airport, agar memudahkan aktifitas saya ke luar negeri.

Pada saat menjadi Lecturer dari tahun 2002 hingga 2005 saya kembangkan berbagai antenna, khususnya antenna berpolarisasi melingkar (circularly polarization atau CP). Saya mengembangkan antenna jenis ini, karenaantenna ini banyak dipakai utk keperluaan misi ruang angkasa dan jarang orangyang dapat mendesain sendiri di dunia pada saat itu. Berbagai antenna saya kembangkan, dan cukup banyak paper yang saya terbitkan di IEEE Transaction on Antenna and Propagation (TAP), IEE Microwave, Antenna and Propagation (MAP) yang sekarang menjadi IET MAP, IEICE dll. Hingga di dunia antenna, orangmengenal nama Josaphat sama dengan CP antenna.


FM-CW radar drone karya mahasiswa/i Prof. Josaphat

Setelah diangkat menjadi Associate Professor pada 1 April 2005, bermodalkan pengetahuan SAR sensor dan image signal processing, GPR, hamburan gelombang mikro berikut penerapannya dan teknologi antenna, maka lengkap seluruh ilmu di kepala saya sebagai modal untuk membangun radar sendiri. Maka pada tahun 2005-2006 saya mengusulkan Circularly Polarized Synthetic Aperture Radar (CP-SAR). Kemudian mendapatkan dana untuk Research Grant Aid (Kakenhi) Young Scientist (A), yaitu dana riset terbesar untuk peneliti muda yang berumur di bawah 40 tahun. Saya coba bangun fasilitas dan CP-SAR sistem untuk pesawat. Kemudian tahun 2009 saya bersama Prof Nishio Fumihiko coba mengusulkan bantuan teknologi ke Pemerintah Malaysia dalam bentuk CP-SAR onboard UAV, dan diterima untuk mengembangkan sistem ini dan tahun 2015 nanti teknologi ini akan diserahkan ke pemerintah Malaysia untuk monitoring semenanjung Malaya dan Sabah menggunakan L band SAR.


Prof. Josaphat TetukoSri Sumantyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar