Ilustrasi SIGMA Class PKR 10514
TNI AL jelas membutuhkan flagship battleship yang harus selalu update pada setiap perkembangan jaman.
Terkati flagship, bila di masa tahun 50-an, kita pernah bangga dengan sosok kapal perusak KRI Gadjah Mada, berlanjut pada tahun 60-an ada penjelajah ringan KRI Irian. Maka masuk di era Orde Baru ada paduan flagship buatan Belanda yang hingga kini masih eksis, yaitu frigat kelas Van Speijk dan frigat kelas Fatahillah yang memulai basa baktinya sejak tahun 80-an. Dimulai dari fregat kelas Fatahillah (KRI Fatahillah 361, KRI Malahayati 362, dan KRI Nala 363), TNI AL mulai menadopsi kapal perang yang pengadaanya dengan cara membeli baru. Ketiga kapal adalah buatan galangan kapal Wilton Fijenoord, Schiedam di Belanda. Berlanjut di tahun 2007, Indonesia kembali kedatangan flagship yang juga dibeli baru dari Belanda, yakni 4 korvet SIGMA Class 9113 buatan Damen Schelde Naval.
Empat SIGMA Class 9113 yang terdiri dari KRI Diponergoro 365, KRI Sultan Hasanuddin 366, KRI Sultan Iskandar Muda 367, dan KRI Frans Kaisiepo 368 memang canggih, armada korvet ini menjadi kapal perang utama TNI AL saat ini dengan kemampuan peperaran tiga dimensi. Tapi harus diakui juga, empat korvet ini belum mempunya daya getar yang maksimal, terutama bila dibandingkan dengan apa yang dimiliki oleh AL Singapura, AL Malaysia dan AL Australia. Menyadari keterbatasan itu, TNI jelas butuh sesuatu yang lebih, jenis kelas kapal perang yang tak hanya canggih, tapi harus punya efek deteren maksimal di masa damai. Kemudian dipilihlah opsi pengadaan Guided Missile Escort (Perusak Kawal Rudal).
SIGMA Class PKR 10514
Proses kontrak untuk pengadaan SIGMA Class PKR (Perusak Kawal Rudal) 10514 terbilang penuh rintangan dan hambatan. Teken kontrak sudah sejak 5 Juni 2012, tapi akhirnya baru pada 16 April 2014 dilakukan pengerjaan awal (steel cutting) untuk konstruksi kapal. PKR 10514 aslinya merupakan desain dari Damen Naval Belanda. Seperti kapal produksi Damen Schelde Naval Shipbuilding sebelumnya, PKR nantinya akan dibangun menggunakan teknologi modular yaitu SIGMA (Ship Integrated Geometrical Modularity Approach). Pada model SIGMA, sudut-sudut baik untuk lambung maupun bangunan superstructure dibuat berdasarkan hitungan agar bisa memantulkan sinyal radar lawan seoptimal mungkin.
Layaknya pengadaan alutsista, untuk pengadaan PKR juga menyertakan skema ToT (Transfer of Technology). Masalah ini sempat menjadi polemik lantaran diduga nilai ToT diharga terlalu kecil. Namun, Dirut PT PAL dan Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kementerian Pertahanan kompak membantah. Menurut mereka, ToT tidak bisa dinilai dengan uang, lantaran yang kita terima adalah ilmu. Bahkan Dirut PT PAL menerangkan lebih spesifik, dari enam modul PKR di project pertama, empat diantaranya akan dibuat di PAL. Satu di Damen Rumania, satu lagi di Damen Belanda. “Jadi yang kita dapatkan adalah know how dari proses pembuatan kapal perang sekelas PKR,” ujar M Firmansyah, Dirut PT PAL.
Proses perakitan akhir nantinya akan dilakukan di PAL lengkap dengan proses sea trial. Beralih ke spesifikasi. Dengan bobot 2.400 ton, PKR 10514 bisa disebut sekelas light fregate. Kapal sekelas ini sangat dibutuhkan TNI AL mengingat luasnya lautan yang harus dijaga, sekaligus kapal ini dapat memberkan efek getar. Dirut PT PAL menjelaskan, nantinya akan dibangun kapal kedua yang murni buatan PT PAL.
Seperti umumnya light fregate, PKR 10514 akan dilengkapi sejumlah persenjataan mematikan. Sejauh ini belum ada rilis resmi mengenai jenis dan jumlah persenjataan PKR 10514. Hanya saja disebutkan kapal ini nantinya bakal punya kemampuan peperangan tiga dimensi, yaitu permukaan, udara, dan bawah permukaan. Menilik desain atau gambar yang dikeluarkan Damen bisa ditebak meriam utama akan menggunakan OTO Melara kaliber 76 mm. Untuk peluru kendali anti kapal, besar kemungkinan masih mengadopsi keluarga Exocet. Di belakang meriam utama, terdapat sejumlah peluncur rudal anti serangan udara dengan sistem vertical launch system (VLS) seperti yang ada di korvet Bung Tomo Class. Selain itu, PKR 10514 dipastikan membawa sejumlah senjata lain seperti kanon jarak dekat model CIWS dan tentunya peluncur torpedo. Bicara tentang kanon CIWS, berdasarkan ilustrasi yang dibuat pihak Damen, nampak kapal pesanan TNI AL menggunakan kanon Oerlikon Millenium kaliber 35 mm, ini merupakan versi lain dari Oerlikon Skyshield yang digunakan Paskhas TNI AU.
Kapal dengan panjang 105 meter ini juga dilengkai helideck dengan kapasitas heli mencapai 10 ton. Bahkan menilik dari rancangan yang ada, PKR nantinya akan dilengkapi hangar khusus untuk helikopter. Suatu hal yang tak dimiliki oleh kapal perang SIGMA Class TNI AL sebelumnya. Kontak untuk pengadaan kapal pertama disebutkan menelan biaya US$220 juta. Bila tidak ada aral melintang, pengerjaan kapal pertama akan rampung pada Desember 2016, dilanjutkan perampungan kapal kedua pada Oktober 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar