Sekitar 25 tahun lalu, jagad Dirgantara Indonesia pernah dibuat heboh dengan kehadiran jet F-16 A/B Fighting Falcon. Lepas dari kecanggihan teknologi avionik dan sistem senjatanya, F-16 A/B yang kemudian memperkuat Skadron Udara 3 ini punya kisah tersendiri, terutama dalam proses kedatagannya ke Indonesia yang dilakukan lewat proses penerbangan ferry yang dijalani oleh pilot asal AS dan TNI AU. Dan, sejarah tersebut kini seolah terulang kembali. Tepat pada 25 Juli 2014, TNI mulai kedatangan bertahap F-16 dengan tipe yang lebih baru, yakni F-16 C/D Block 52ID. Total TNI AU akan menerima 24 unit F-16 C/D yang akan didatangkan dengan cara ferry flight dari Negeri Om Sam.
Meski dari segi tampilan, antara F-16 A/B dan F-16 C/D tidak banyak perbedaan, sedikit perbedaan terlihat pada bagian bawah sayap vertikal. tapi dari cara pengadaannya jelas beda. F-16 A/B Block 15 yang dua dekade lebih memperkuat TNI AU dibeli gress alias baru dari pabrik General Dynamics. Berdasarkan kontrak LOA (letter of Order and Acceptance), 12 unit F-16 dibeli Indonesia dengan harga US$337 juta, sudah termasuk biaya latihan, suku cadang, sistem manajemen logitsik dan perawatan. Sebaliknya, F-16 C/D yang kini menjadi warga baru TNI AU berasal dari hibah pemerintah AS yang diproduksi Lockheed Martin. Meski statusnya ‘pesawat bekas pakai dari Air National Guard,’ dan barang hibah, toh pemerintah Indonesia harus merogoh kocek US$ 700 juta. Ongkos itu diperlukan untuk melakukan upgrade performa berbagai macam perangkat elektronik. Terlebih aslinya ke 24 F-16 C/D tersebut berasal dari Block 25 yang kemudian ditingkatkan menjadi Block 52. Upgrade ini juga dipercaya bertujuan untuk memperpanjang masa pakai pesawat, terlebih upgrade juga mencakup air frame. Proses upgrade dan sistem avionik dilakukan di Ogden Air Logistics Center Hill AFB, Utah, rangka pesawat diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang semua sistem lama diperbarui sehingga kemampuan jauh lebih hebat.
Dari sisi strategis, TNI AU yang kini menganut dua poros alutsista (Barat dan Timur), cukup berpentingan dengan kelengkapan dan update armada jet F-16 Fighting Falcon. Meski sudah ada satu skadron Sukhoi Su-27/Su-30, bukan berarti adopsi dan modernisasi jet tempur besutan Barat dilupakan. F-16 tak pelak mewakili kedigdayaan alutsista buatan Barat yang saat ini masih operasional. Penerapan dua poros asal alutsista menjadi isu penting, terlebih dapat meningkatkan daya tawar jika terjadi krisis, ditambah dapat menghindari dampak fatal bila terjadi embargo, seperti yang terjadi di era-60an. Selain TNI AU, adopsi dua poros alutsista juga diterapkan oleh Malaysia.
Kembali ke F-16 C/D Block52ID (Indonesia), tak bisa dipungkiri selain Sukhoi, flagship fighter TNI AU masih melekat kuat pada F-16. Boleh jadi usia F-16 tak muda lagi, tapi untuk urusan battle proven belum bisa ada yang mampu menandingi F-16. Maka itu, bagi Indonesia memiliki tambahan armada F-16 masih cukup ideal untuk menambah daya deteren hingga lima tahun kedepan. Terlebih lagi, jumlah F-16 yang ada di Skadron Udara 3 begitu minim, mengingat 2 unit F-16 sudah mengalami crash. Lewat proyek “Peace Bima Sena II,” kedatangan 24 unit F-16 C/D juga dimaksudkan untuk membentuk Skadron Tempur Strategis baru, yaitu Skadron Udara 16 yang bermarkas di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
Rencananya, 16 unit F-16 C/D akan masuk sebagai arsenal Skadron Udara 16, sementara 8 unit sisanya akan memperkuat Skadron Udara 3 di lanud Iswahjudi, Madiun, yang kini menjadi home base 10 unit F-16 A/B OCU (operational capability upgrade). Bicara fakta, diantara operator F-16 di Asia Tenggara, maka arsenal F-16 milik TNI AU adalah yang paling inferior dibandingkan Thailand dan Singapura. Selain paling minim dalam unit yang serviceable, urusan kelengkapan sistem senjata pun, F-16 Indonesia yang paling minim, tercatat F-16 A/B TNI AU hanya mengandalkan rudal udara ke udara AIM-9P4 Sidewinder dan rudal udara ke permukaan AGM-65G Maverick. Semoga saja, hadirnya 24 unit F-16 C/D untuk TNI AU juga disertai dengan pengadaan ruda udara ke udara jarak menengah sekelas AIM-120 AMRAAM.
Dari sisi operasional, membeli tambahan F-16 Block 52 merupakan keuntungan tersendiri bagi TNI AU, pasalnya pilot-pilot TNI AU sudah terbiasa dengan F-16 sehingga proses latihan dan transisi dimudahkan. Kedua, pra kru darat yang menyiapkan dan merawat pun sudah terbiasa dengan sistem yang dianut keluarga F-16 berikut mesin F100-PW-220/E.
Kemampuan pesawat F-16 C/D Blok 52ID TNI AU ini cukup handal, yaitu untuk pertempuran udara mampu membawa rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder P-4/L/M dan IRIS-T (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C sehingga pesawat F-16 C/D Blok 52ID TNI AU ini tidak kalah dengan pesawat F-16 C/D Blok 50/52. Sedangkan untuk sasaran darat dan perairan pesawat ini mampu membawa persenjataan kanon Gatling 20 mm, bom MK 81/82/83/84. Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bomb anti runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar). Peralatan Improved Data Modern Link 16 memungkinkan penerbang komunikasi tanpa suara hanya menggunakan komunikasi data dengan pesawat lain atau radar darat, radar laut atau radar terbang.
Dalam proyek Bima Sena II, selain rangka pesawat diganti dan diperkuat, kokpit juga diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua sistem lama di rekondisi atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih baru sebagai otak pesawat ditambahkan agar pesawat lahir kembali dengan kemampuan jauh lebih hebat dan ampuh setara dengan Block 50/52. Modernisasi dan upgrade avionik dan mesin pesawat yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pesawat menjadi setara dF-16 block 50/52 berpusat dengan memasang “otak dan syaraf” pesawat yaitu Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 standar Block 52+ yang jauh lebih besar, kuat dan cepat kemampuannya. Demikian pula kemampuan radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan sesuai system baru yang dipasang. Pemasangan Improved Modem Data Link 16 untuk komunikasi data canggih disamping Embedded GPS/ INS (EGI) block-52 yang menggabungkan fungsi GPS dan INS untuk penembakan JDAM (Bomb GPS). Ditambah Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213, Radar Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set ALE-47 untuk melepaskan Chaffs/ Flares anti radar/ anti rudal dan peralatan perang elektronika.
Untuk seluruh mesin pesawat dari jenis F100-PW-220/E telah menjalani upgrade menjadi baru kembali, lebih awet dan handal, khususnya dengan pemasangan system DEEC (Digital Electronic Engine Computer) Grup 6 baru dan Augmentor Engine baru yang usia pakainya dua kali lebih lama serta lebih mudah dirawat.
Sejumlah keunggulan yang dimiliki F-16 antara lain, mengutamakan kestabilan dan kenyamanan bagi penerbang dengan control sistem memakai Fly By Wire (FBW), melengkapi perlengkapan tempur mutakhir sehingga pilot dapat bertempur hingga 9g, menempatkan stick kemudi di sebelah kanan sehingga pilot bisa mengamati kokpit secara lebih leluasa, penempatan posisi kursi lontar yang rebah 30 derajat ke belakang, kanopi berbentuk bubble tanpa bingkai sehingga memungkinkan pilot bisa melihat ke segala arah.
F-16 A/B Block 15
Jika dibandingkan dengan F-16 C/D Block 52ID, maka F-16 A/B yang kini menghuni Skadron Udara 3 sudah jauh ketinggalan dari sisi perangkat elektronik. Kemampuan tempurnya masih mengandalkan radar pencari sasaran Westinghouse AN/APG-66 Doppler (punya jarak deteksi 55,6 km). Radar ini mampu mendeteksi sasaran secara akurat dengan berbagai mode. Terdapat empat mode radar untuk keperluan air to air combat dan tujuh moda untuk kepentingan serangan ke darat (air to surface attack). Dalam operasiolnya, pilot bisa secara mudah memahami data yang dikirim melalui radar karena data dari radar dan sistem navigasinya ditampilkan ke pilot secara head up dan head down display. Perangkat lain yang turut menentukan performa tempur F-16 adalah radar peringatan dini, Radar Warning System (RWR) ALR-69. Radar ini sanggup mengidentifikasi sasaran mulai dari jenis pesawat musuh, posisi, dan sekaligus bisa mendeteksi posisi kanon anti pesawat. Berkat ALR-69, pilot akan mendapatkan peringatan jika muncul bahaya sekaligus mampu menghancurkan sasaran.
Berikut fitur unggulan pada F-16 Block 52ID: 1. Radar pulse Doppler Northop Grumman AN/APG-68 V(9) dengan prosesor yang dapat diprogram dan berteknologi VHSIC (very high speed integrated circuit). Jangkauan deteksi maksimumnya sekitar 290 km. Radar ini berkemampuan multi moda: udara ke udara (air to air) maupun udara ke darat (air to ground) dengan sub moda SAR (synthetic aperture radar), sea surveillance dan GMTI (ground moving target indicator). 2. Honeywell H-423 RLG-INS (Ring Laser Gyro-Inertial Navigation System) untuk akurasi navigasi bahkan jika F-16 sedang dalam pernerbangan kecepatan tinggi. 3. Sistem peringatan bahaya dan pertahanan diri yang lebih maju, meliputi AN/APX-113 Advanced IFF (identification friend or foe) interrogator, AN/ALR-56M Advanced RWR (radar warning receiver) yang terintegrasi dengan AN/ALE-47 threat adaptive countermeasure system termasuk chaff dan flares dispenser-nya. 4. Perangkat GPS (global positioning system) terbaru. 5. Perangkat avionik dari generasi terbaru, meliputi modular mission computer baru, sepasang MFD (multi function display) berwarna, Improved Data Modem untuk transmisi data lebih cepat, Data Transfer Cartridge, interkoneksi untuk perangkat night vision, UPDG (Upgraded Programmable Dislay Generator), serta HSD (Horizontal Situation Display)terbaru. 6. Jaringan komunikasi data digital link 16 military tactical data exchange network yang berteknologi TDMA (Time Division Multiple Access). 7. MIL-STD -1760 data bus untuk interkoneksi dan pemprograman munisi presisi (PGM/precision guided munition) generasi terbaru, termasuk input data dari pod pemindai target (targeting pod) terbaru macam Sniper atau Litening, juga perangkat tambahan untuk helm pembidik HMCS (helmet mounted cueing system). 8. Penambahan on board oxygen generation system (OBOGS).
Spesifikasi F-16 C/D Block 52ID
Pembuat : Lockheed Martin – USA
Terbang perdana :Oktober 1995
Operasional : 2000
Mesin : 1x Pratt & Whitney F100-PW-220 IPE afterburning turbofan berdaya 79 kN (normal) dan 129,7 kN (full afterburner).
Dimensi : 15,1 x 4,9 x 9,4 meter
Bobot : 8.273 kg (kosong) dan 19.187 kg (full armament)
Kecepatan max : Mach 2,05 pada ketinggian 12.200 meter (40.000 kaki)
Ketinggian terbang max : 18.000 meter (59.000 kaki)
Jumlah awak : 1 (F-16C) dan 2 (F-16D)
Senjata internal : 1x kanon M61A1 Vulcan kaliber 20 mm.
Varian Senjata yang dapat dibawa
Rudal udara ke udara:
– 6 x AIM-9 Sidewinder, atau
– 6 x AIM-120 AMRAAM, atau
– 6 x IRIS-T, atau
– 6 x Python 4
Rudal udara ke permukaan:
– 6 x AGM-65 Maverick, atau
– 4 x AGM-84 Harpoon, atau
– 4 x AGM-119 Penguin, atau
– 4 x AGM-88 HARM, atau
– 4 x AGM-142 Popeye, atau
– 4 x AGM-154 Joint Standoff Weapon, atau
– 2 x AGM-158 JASSM
Bom:
– General purpose MK82/83/84
– GBU-31/32/38/54 JDAM (joint direct attact munition)
– GBU-10/12 Paveway II
– SDB (Small diameter bomb)
– CBU-87/89/97 cluster bomb
– WCMD (wind corrected munitions dispenser)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar