Korea Utara mengganti nama dan pemilik kapal sebagai upaya untuk menghindari sanksi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang menyasar sebuah perusahaan perkapalan besar di negara tersebut. Sebuah panel pakar juga melaporkan ke Dewan Keamanan PBB bahwa diplomat-diplomat, pejabat dan perwakilan dagang Korut memainkan peran kunci dalam perdagangan senjata dan produk-produk balistik, melanggar resolusi PBB.
DK PBB memasukkan dalam daftar hitam perusahaan perkapalan Ocean Maritime Management (OMM) pada Juli karena mencoba mengapalkan senjata dari Kuba ke Korut.
“Sejauh ini, 13 dari 14 kapal yang dikendalikan OMM telah diganti nama, kepemilikan mereka dipindahkan ke perusahaan perkapalan lain. dan manajemen kapal dipindahkan ke dua perusahaan utama,” demikian laporan yang diperoleh AFP Kamis (26/02/2015).
“Perubahan ini sepertinya merupakan strategi untuk mengindari pembekuan aset oleh negara-negara anggota.” Kapal kargo Korut, Chong Chon gang didapati membawa senjata termasuk sistem rudal darat-ke-udara serta peluncur, saat singgah di Terusan Panama pada Juli 2013. Kargo tersebut disembunyikan di bawah 200 ribu kantong gula.
Laporan itu mengatakan OMM tetap beroperasi meskipun ada sanksi PBB, di setidaknya 10 negara, menggunakan perusahaan-perusahaan selubung dan orang tengah di Brasil, Tiongkok, Mesir, Yunani, Jepang, Malaysia, Peru, Rusia, Singapura, damn Thailand.
DK PBB sudah memberlakukan sejumlah sanksi terhadap Korut atas program nuklir dan peluncuran rudal yang dilakukannya, namun laporan itu menemukan bahwa pyongyang masih mencoba membeli barang-barang yang melanggar sanksi itu.
“Hasil penyelidikan panel menunjukkan bahwa Republik Demokratik Korea terus berupaya mendapatkan atau memindahkan barang-barang yang berkaitan dengan program nuklir dan rudalnya,” katanya.
Para pakar menyelidiki peran badan intelijen Korut, Biro Pengintaian, untuk membantu mengelakkan sanksi. Laporan itu mengutip penahanan tiga agen Korut pada Februari 2014 di sebuah lapangan terbang di Asia Tenggara, membawa uang kontan 450 ribu dolar yang diduga akan digunakan untuk membayar transaksi penjualan senjata.
Prancis pada Januari 2014 memerintahkan pembekuan aset dua agen Korut atas dugaan keterlibatan mereka dalam transaksi keuangan ilegal. Salah seorang agen menyamar sebagai pekerja di organisasi kebudayaan PBB UNESCO, sementara agen kedua merupakan pekerja sipil internasional di Organisasi Pangan Dunia (WFP) yang bermarkas di Roma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar