Rabu, 23 Maret 2016

Pemerintah Bawa Kasus kapal penjaga pantai Tiongkok di Natuna ke Mahkamah Hukum Laut

Tiongkok telah membohongi Indonesia yang sempat menyatakan kawasan Natuna sepenuhnya milik Indonesia. Pernyataan Beijing waktu itu diungkap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahwa tidak pernah ada pihak yang mengklaim kepemilikan Kepulauan Natuna, bahkan Tiongkok dengan jelas menyatakan kepulauan tersebut milik Indonesia.

“Beberapa waktu lalu ada berita soal klaim Natuna. Itu sama sekali tidak benar,” ujar Retno Marsudi dalam keterangannya kepada media massa di Kuala Lumpur, Jumat (20/11/2015).





Bahkan waktu itu, dengan penuh percaya diri, Menteri Luar Negeri menegaskan kepemilikan Indonesia atas kawasan Natuna sudah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan tidak pernah ada keberatan dari pihak mana pun, termasuk Tiongkok.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengutip pernyataan juru bicara Menteri Luar Negeri Tiongkok, yang dengan jelas menyebutkan tentang kepemilikan Kepulauan Natuna oleh Indonesia. “Ini adalah wilayah Indonesia. Titik,” tegas Retno Marsudi tahun 2015.

Namun fakta yang terjadi sebaliknya, Tiongkok melakukan intervensi dalam upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat Indonesia dalam menangkap kapal KM Kway Fey 10078 asal Tiongkok, yang diduga melakukan tindak pencurian ikan di perairan Kepulauan Natuna, Indonesia.

Saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, dengan modus licik, tiba-tiba datang kapal coastguard Tiongkok dan menabrak Kway Fey, dengan dugaan agar kapal ikan tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.

Manuver Tiongkok yang seolah menjadi penguasa di perairan Natuna telah masuk tahap darurat sebagai mana diungkap Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah.

“China diduga sedang membangun poros maritim dan kita dalam kerangka pembangunan poros maritim itu. China meletakan Natuna dalam peta mereka dan sekarang mereka mulai mengambilnya,” ujar Fahri, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/3/2016).

Fahri meminta pemerintah Indonesia tidak hanya menjadi penonton dan meminta ada sikap yang jelas dalam masalah ini.

“Pilihan-pilihan politik dan ekonomi pemerintah setahu saya tidak pernah dibahas dalam kerangka persaingan negara besar,” ujar Fahri.

Bawa ke Mahkamah Hukum Laut

DPR RI mendukung rencana pemerintah membawa kasus aksi kapal penjaga pantai Tiongkok di Laut Natuna ke Mahkamah Hukum Laut Internasional / The International Tribunal for the Law of the Sea. Rencana pemerintah dianggap telah tepat dan tegas.

Nota protes yang disampaikan pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terkait aksi kapal penjaga pantai Cina di Laut Natuna? juga didukung DPR.

“Harus kita mendukung,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin, dilansir Sindonews, Selasa (22/03/2016).

Mantan sekretaris militer ini berpendapat, dunia internasional termasuk Tiongkok harus diyakinkan bahwa wilayah sekitar Natuna adalah wilayah teritori Indonesia dan Indonesia akan mempertahankan wilayahnya dengan cara apapun.

Pemerintah pada kesempatan ini diminta harus segera mereorganisir dan memperkuat kemampuan Badan Keamanan Laut (Bakamla), agar Bakamla sebagai lembaga penegak hukum yang diback up TNI AL, dapat melakukan tugasnya seperti penegakan hukum, perlindungan, dan penyelamatan di laut.

“Negara harus segera melengkapi kapal-kapal patroli Bakamla untuk kepentingan bangsa dan negara. Ini sebuah kebutuhan yang menjadi sangat urgent dilaksanakan,” ujar Mayjen purn. TB Hasanuddin.

Pelanggaran ini merupakan kali kedua yang telah dilakukan Tiongkok. Sebelumnya pada 22 November 2015, TNI AL dari Armada Barat pernah mengusir kapal yang masuk ke ZEE di sekitar Natuna. (NBCIndonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar