Pembahasan
tentang hibah pesawat tempur F-16 dari USA seru dan menarik untuk
dicermati. Ini informasi tambahan, tentang pro kontra hibah pesawat F16.
Semoga bermamfaat:
Varian F-16
|
F-16 block 25 yang akan dihibahkan sebelum direfurbish ( F-16.net) |
Seperti
mesin perang lainnya, F-16 terdiri dari berbagai varian, dengan
kemampuan dan konfigurasi mesin, avionik, hingga persenjataan yang
berbeda, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya. Dimulai
dari seri A/B dengan versi block 1/15/15OCU/MLU, kemudian seri C/D
dengan versi Block 25/30/32/40/50/52/50D/52+, serta yang termutakhir
F-16 E/F Block 60.
F-16 A/B Block 15 OCU milik TNI AU
Dari
seluruh varian F-16, TNI AU kini memiliki sepuluh unit F-16 A/B Block
15 OCU. Pada saat awal kedatangannya tahun 1989 memang perangkat
persenjataannya belum lengkap di datangkan, namun pada perkembangan
selanjutnya, F-16 milik TNI AU turut dilengkapi dengan Misil Sidewinder
P4 All aspect, dan juga AGM-64D Maverick. Selain itu verisi Block 15 OCU
juga dilengkapi dengan HUD yang lebih besar, serta memiliki perangkat
radar altimeter sebagai standar, yang memungkinkan F-16 ini dapat
melakukan navigasi terbang rendah mengikuti kontur bumi. Dengan demikian
F-16 yang TNI AU miliki memiliki kemampuan untuk bertempur dalam cuaca
dan menyerang dengan presisi yang tinggi. Oleh karena itu dalam operasi
latihan militer F-16 kerap dijadikan penyerang penutup untuk menghabisi
sasaran yang tersisa. Selain handal dalam operasi latihan, dalam kondisi
tempur F-16 tetap dapat menunjukan taringnya. Bahkan kini F-16 masih
diadikan kuda beban untuk melaksanakan berbagai tugas guna mendukung
penegakan kedaulatan NKRI, contohnya adalah operasi patroli di wilayah
Ambalat, hingga berbagai patroli di atas pulau-pulau terluar. Kemampuan
F-16 untuk melakukan tugas-tugasnya juga di dukung oleh kemampuannya
untuk dapat terbang jarak jauh, bahkan apabila membawa beban
persenjataan yang sangat berat.
Kesepahaman
antara DPR dan pemerintah dalam pengadaan F-16 masih terus mencari
titik temu dari segi teknologi dan pembiayaan. Komisi I DPR, sebagai
mitra pemerintah dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional,
memberikan beberapa persyaratan dan skema pembiayaan. Seperti apa?
Berikut polemik sekitar ini.
DPR
dan pemerintah telah sepakat bahwa pengadaan F-16 penting bagi TNI
untuk meningkatkan performa dan kewibawaan TNI di lingkungan regional.
Tertuang dalam rencana pembelian di tahun 2011, telah disepakati alokasi
dana untuk pembelian 6 unit F16 baru untuk block 52+, senilai lebih
kurang us$ 430 juta. Alokasi pembelian armament (senjata) dipersiapkan secara terpisah.
Dalam perkembangannya timbul opsi lain. Hasil komunikasi antara TNI AU dan pemerintah Amerika, secara Goverment to Goverment,
pemerintah Amerika menawarkan program hibah F-16 kepada pihak
Indonesia. Program hibah ini disampaikan juga oleh Presiden Barrack
Obama dalam kunjungan singkatnya ke Indonesia pada 9 November 2010 yang
lalu. Hibah F-16 ini telah mendapat persetujuan dari Kongres Amerika,
dengan komposisi sbb : maksimal 28 unit F-16 block 25, 2 unit F-16 block
15, dan 28 engine utk F-16 block 25, dengan kondisi “as is where is” (seperti itu, di lokasi itu) alias apa adanya untuk pesawat F-16 yang diparkir di Arizona (tempat penyimpanan) parkir).
Di
Arizona, terdapat sebuah padang luas, tempat dimana Amerika memarkir
pesawat-pesawat tempur, baik yang masih digunakan maupun yang tidak
digunakan lagi oleh militer Amerika. Padang Arizona memiliki kelembaban
yang rendah, sehingga pesawat yang diparkir di sana tidak mengalami
korosi/kerusakan akibat humiditas. Kongres Amerika telah memberikan izin
28 unit F-16 untuk Indonesia, sementara Indonesia hanya butuh 24, jadi
sudah terdapat titik terang. F-16 yang dimaksud kondisi nya terpakai
4000 jam sd 6000 jam, sehingga harus dilakukan program Falcon Star agar
dapat digunakan hingga 8000 jam terbang. Menurut KSAU, rata-rata pesawat
akan digunakan 10-20 jam/bulan, sehingga pesawat bekas tersebut dapat
digunakan selama 12 – 15 tahun.
Karena “as is where is”,
berarti delegasi Indonesia harus berangkat ke Arizona akan memilih 24
unit pesawat yang terbaik dari ratusan F-16 blok 15, 25 yang terdapat di
sana.
Dalam
penjelasan yang disampaikan menteri pertahanan kepada komisi 1, lebih
lanjut ditengarai bahwa pemerintah Amerika ternyata tidak memberikan
hibah “begitu saja”. There no ain’t such thing as a free lunch, tidak ada makan siang yang gratis. Mereka menawarkan konsep hibah plus upgrade.
Terjadi
Dispute. Proposal yang disampaikan menteri pertahanan, diperlukan biaya
sekitar US$ 450 juta – 600 juta untuk proses hibah (termasuk upgrade 24
pesawat) tersebut. Pada kesempatan yang berbeda, terjadi penjelasan
Panglima TNI dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I, ada dua
catatan terhadap proses hibah dan upgrade ini. Pertama, pesawat setelah
diambil dari Arizona, kemudian akan diupgrade ke block 32. Hasil upgrade
bisa selesai dan dikirim ke Indonesia, paling cepat pada tahun 2014
sebanyak 4 (empat) unit, setelah itu disusul dengan pengiriman lainnya.
Kedua, biaya hibah dan upgrade 450 juta US dollar harus dibayar
pemerintah Indonesia di awal, TUNAI ( perlu diingat ya ..Tunai di muka)
(berharap tidak diembargo, tahu tahu barang tidak dikirim) uang hangus (?).
Atas
persyaratan tersebut, maka terjadilah perdebatan panjang di ruang rapat
Komisi I antara anggota Komisi I DPR RI dengan Pihak Kemenhan.
|
F-16 Block 25 yang akan dihibahkan selagi bertugas di Air National Guard (F-16.net) |
Beberapa pemikiran yang dimunculkan oleh anggota Komisi I antara lain:
Pertama; kalau waktu delivery
nya lama, kenapa harus beli bekas. Kalau beli baru, kita butuh waktu
sekitar 36 bulan (sekitar 3 tahun) untuk mendapatkan 6 unit saja dengan
daya tahan atau pemakaian jauh lebih lama (up to 8000 jam pemakaian).
Resiko membeli bekas, dari segi teknologi sudah pasti ketinggalan, walau
memang harus diakui dari segi jumlah pesawat lebih banyak dengan jumlah
uang yang sama.
Kedua;
bila membeli bekas dan kemudian akan melakukan upgrade, maka Komisi I
secara bulat mempunyai pemikiran, “bagaimana jika 24 unit pesawat F-16
tersebut diupgrade ke teknologi terbaru saja?”. Berdasarkan penjelasan
Kemhan dan TNI AU, block 25 dan block 52 memiliki 2 perbedaan mendasar
yaitu Perbedaan Sistem Avionik (block 32 menggunakan teknologi Commercial Fire Control Computer – CFCC, block 52 menggunakan teknologi Modular Mission Computer
– MMC), Perbedaan Engine (engine block 52 berukuran lebih besar), dan
Perbedaan Airframe (mengakomodasi mesin block 52 yang lebih besar, dan
penambahan ruang angkut bahan bakar). Pilihannya adalah 24 F-16 block 25
tersebut diganti sistem avionik nya (termasuk mengganti cockpit)
menjadi sistem avionic block 52 (sistem persenjataan menyesuaikan),
sementara airframe dan engine tetap.
Sisi Teknologi
Konsep
Hybrid (perkawinan), yaitu F-16 block 25, dengan kekuatan mesin tetap
block 25, tapi avionik serta senjatanya di upgrade ke block 52.
Keunggulan terdapat di avionic block 52, yang lebih canggih dari avionic
block 25 dan block 32. Catatan : Proposal Kemhan mengusulkan agar
upgrade avionic dilakukan menjadi block 32.
Pertimbangan yang mengemuka :
karena Indonesia negara kepulauan, maka tidak membutuhkan mesin dengan
jangkauannya lebih jauh. Untuk menjangkau Malaysia, misalnya, bisa dari
kepulauan Riau, atau Pontianak untuk menjangkau wilayah Malaysia yang
dekat Kalimantan. Begitu juga, untuk menjangkau Timor Leste bisa dari
Kupang.
Dasar pemikiran dari Komisi I dengan konsep Hybryd itu terkait dengan “efek getar” (deterrent effect)
dan daya tangkal. Singapura memiliki F-16 block 52 sejak tahun 1998
yang lalu.. Jadi kalau Indonesia di tahun 2014 memiliki 24 unit F-16
yang diupgrade “hanya” menjadi block 32, maka dinilai tidak mempunyai
efek getar di kawasan.
Komisi
1 mempersilahkan Kemhan untuk mempersiapkan beberapa opsi, dilengkapi
perkiraan biaya dan waktu, untuk menjadi bahan pertimbangan yang
diperlukan. Proposal Kemhan untuk meng upgrade menjadi block 32, dan
butuh waktu 3 tahun, dengan ongkos US$ 450 juta, sementara dari segi
efek getarnya juga tidak terasa, maka menurut Komisi I, adalah keputusan
yang “nanggung”, perbuatan setengah-setengah. Adalah lebih baik
sekalian saja beli pesawat tempur baru sebanyak 6 unit blok 52. Selain
efek getarnya lebih terasa, umur pemakaian juga akan lebih lama, yaitu
sekitar 30 tahun, dibanding pesawat bekas yang hanya berumur 12 tahun.
|
F-16 Block 25 yang akan dihibahkan selagi bertugas di Air National Guard (F-16.net) |
Sisi Pembiayaan
Polemik kedua berkaitan dengan sisi pembiayaan. Skema pembayaran FMS (Foreign Military Sale) yang ditawarkan oleh pemerintah, sangat menarik, yaitu G to G (negara dibayar oleh Negara). Namun muncul pemikiran : Hibah, kok Mbayar?
Muncul pemikiran : (mungkin) pesawat bekas nya hibah, tetapi di “bundled” dengan membayar untuk pelaksanaan program Falcon Star dan Upgrade.
Skema
pembayaran FMS, ada kelemahannya : Pemerintah Amerika minta dibayar
tunai 70% dimuka. Artinya, pesawat dikirim 2014 tapi pemerintah harus
bayar lebih dulu, sekarang juga. Uang sebesar itu (70% x US$ 450 juta)
tertahan diam di kas pemerintah Amerika. Sungguh disayangkan, semestinya
dana sebesar itu bisa kita manfaatkan untuk membeli keperluan TNI
lainnya seperti pembangunan pesawat patroli, kapal patroli, tank tempur,
dan lain-lain. Ada masukan agar melalui Pinjaman Dalam Negeri oleh Bank
Pemerintah, sebagai contoh melalui Bank Mandiri cabang New York, Bank
Mandiri atas nama Pemerintah membayar penuh ke pemerintah Amerika,
sementara Kemhan membayar ke Bank Mandiri secara installment per tahun
(dicicil).
Komisi
I sekarang ingin berbuat lebih baik dalam masa pengabdiannya. Jangan
sampai hanya menjadi “tukang stempel” pemerintah. Tapi harus benar-benar
menjadi mitra pemerintah dalam menghasilkan sesuatu yang terbaik untuk
bangsa dan negara. Karenanya Komisi I membahas setiap persoalan, secara
detil, teliti, dan berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara
secara konsisten.
Sisi Pengerjaan Upgrade
Komisi 1 juga menyampaikan pemikiran : untuk memberdayakan kemampuan engineering
Dalam Negeri, bagaimana bila proses Falcon Star dan Upgrade Block,
dilakukan di wilayah Republik Indonesia? Sehingga terjadi proses
pembelajaran dan transfer of technology yang bisa diserap oleh bangsa Indonesia. Kalau proses Falcon Star dan pelaksanaan Upgrade
sepenuhnya dilakukan di Amerika, komisi 1 menganggap tidak ada nilai
lebih yang signifikan buat industri pertahanan Dalam Negeri. Ini bagian
dari komitmen Komisi 1 untuk mendukung pemberdayaan terhadap teknologi
dan industri dalam negeri dalam menuju kemandirian alutsista. Pengerjaan
upgrade-nya harus dilakukan di Indonesia dengan supervisi dari
pihak produsen utama. Kami di Komisi I mengetahui bahwa anak-bangsa kita
mempunyai potensi dan kemampuan untuk di bidang teknik perawatan dan
upgrade alutsista.
Memahami
pemikiran Komisi 1, anak bangsa Indonesia akan mempunyai kesempatan
untuk melakukan bongkar-pasang pesawat-pesawat F-16 tersebut. Meskipun
mengerjakan barang bekas, ilmu dan pengetahuan yang diperoleh anak
bangsa tersebut merupakan aset yang sangat berharga dalam perjalanan
bangsa ke depan. Jelas itu jauh lebih berguna bila dibandingkan : beli
barang bekas, diupgrade oleh produsen langsung, duit terbang ke negara
lain, sementara bangsa sendiri tidak pernah diberi kesempatan untuk
pintar.
Jadi selain syarat teknologi dan pembiayaan, Komisi I juga memberikan penekanan pada aspek pengerjaan upgrade tersebut.
Dalam
dua kali pertemuan, yaitu Senin (19/09) dan Rabu (21/9) antara pihak
Pemerintah dan DPR, kesepakatan belum dicapai. Pihak pemerintah masih
akan mengkaji keinginan Komisi I, dan Komisi I juga belum bisa
menyetujui kemauan pemerintah. Pihak pemerintah yang hadir dalam
pertemuan antara lain Menhan, Wamenhan, Sekjenhan, Panglima TNI, Asrenum
(Asisten Perencanaan Umum) didamping oleh Kasau, Wakasau, dan jajaran
Angkatan Udara. (by Cinta Tnah air).