Selasa, 29 April 2014

Kompi Benny Pemburu PRRI [1]

Persiapan Operasi Gabungan http://kolektorsejarah.files.wordpress.com/2012/05/prri-tokoh2-re-koleksi-www-bode-talumewo-blogspot-com.jpg?w=468Tokoh PRRI [Foto kolektorsejarah.files]

12 Maret 1958, waktu baru saja lewat tengah malam ketika ajudan KSAD Mayjen TNI AH. Nasution mengetuk pintu kamar atasannya. Kepada Pak Nas kemudian diserahkan pesan dari pilot pesawat pengintai PBY Catalina AURI yang baru saja diterima. Isinya, "Dilapangan udara Simpang Tiga Pekanbaru terdapat sejumlah titik-titik api unggun dan sebuah pesawat besar bermesin empat sedang beraktifitas, menunggu perintah lebih lanjut!".

Pak Nas waktu itu juga sekaligus Ketua GKS (Gabungan Kepala Staf) yang sedang berada di Lanud Tg. Pinang Kep. Riau mengawasi jalannya OPERASI TEGAS. Operasi ini merupakan seluruh Angkatan dan Polri dibawah pimpinan Letkol Kaharuddin Nasution. Basis operasi bermarkas di Tg. Pinang dengan kekuatan Yon 423/Raiders/Diponegoro, Yon 528/Brawijaya, Kompi A RPKAD, 1 Batalyon Brigade Mobil Polri, 1 Batalyon PGT AURI, beserta unsur-unsur pendukung lainnya seperti Zeni, Perhubungan, MP, Perbekalan, dan lain-lain. Kekuatan Operasi ini juga masih ditambah dengan unsur kekuatan laut seperti KRI Banteng, dan satu satuan taktis udara AURI yang terdiri dari 26 C-47 Dakota, 4 B-25 Mitchell, dan 10 P-51 Mustang.

Mendapat berita mendadak tersebut, Pak Nas segera mengkonsolidasikan Operasi Tegas yang ternyata sudah siap melancarkan operasi militer gabungan. Ditemukannya aktifitas pesawat bermesin empat dilapangan udara Simpang Tiga, jelas menunjukkan adanya intervensi asing mengenai persoalan politik dalam negeri Indonesia. Sejauh itu, baik AURI maupun Maskapai Garuda Airways tidak memiliki dan mengoperasikan sebarang pesawat bermesin empat. Dengan dasar analisa tersebut, Pak Nas langsung mengeluarkan perintah, "BERANGKAT!"

Sehabis subuh, dengan diiringi beberapa staf, Pak Nas segera menuju menara agar memperoleh pandangan visual lebih baik terhadap operasi yang akan segera dilaksanakan. Dipangkalan sudah bersiap puluhan pesawat aneka jenis yang kemudian satu persatu mulai lepas landas.

Namun saat itulah kemudian terjadi insiden yang hampir saja merenggut nyawa Pak Nas dan barisan staf nya. Sebuah Bomber B-25 Mitchell yang sedang di service di pinggir landasan seketika menembakkan rentetan mitraliur 12.7 nya. Peluru maut menyambar di atas kepala Pak Nas dan stafnya. Untung saja insiden tersebut tidak memakan korban, hanya menara Lanud Tanjung Pinang bagian atas yang pecah, gompal dan porak poranda terhantam peluru mitraliur. Operasi tetap dilanjutkan.
Perebutan Lapangan Simpang Tiga
Ilustrasi Letnan Leornadus Benny Moerdani [google]

Diatas udara Lapangan Udara Simpang Tiga yang dikuasai Pasukan PRRI, satu persatu pemburu P-51 Mustang dengan flight leader Kapten Udara Rusjmin Nurjadin dan Bomber B-25 Mitchell dengan flight leader Mayor Udara Sri Muljono Herlambang menukik berurutan sambil menghamburkan rentetan 12.7mm. B-25 Mitchell tidak membawa bom dalam operasi ini karena laporan intelijen yang masuk mengatakan bahwa PRRI tidak diperkuat dengan pesawat pemburu dan bomber, sehingga bom-bom yang yang sangat berharga tersebut disimpan untuk menghantam sasaran lainnya.

Sesekali P-51 Mustang bermanuver tajam sambil meluncurkan roket 5 inch yang tidak hanya berguna untuk menghantam bangunan disekitar landasan, tapi juga berfungsi meruntuhkan mental lawan. Aksi gabungan fighter dan bomber ini dimaksudkan untuk mengamankan Lapangan Udara Simpang Tiga sebelum pasukan Lintas Udara diterjunkan. Pasukan PRRI yang mengawasi senjata Arhanud di landasan hanya sempat memberikan perlawanan sebentar sebelum berhamburan melarikan diri. Begitu perlawanan dibawah dapat diredam, Mustang dan Mitchell segera menyingkir, memberi jalan kepada Dakota-Dakota yang akan menerjunkan pasukan.

Disalah satu C-47 Dakota yang membawa pasukan penyerbu, terdapat Letnan Satu Leornadus Benny Moerdani, Komandan Komp A RPKAD. Sebagai Danki, Benny agak resah karena meski memiliki kualifikasi Komando, ia sama sekali belum pernah mengikuti latihan terjun. Sewaktu kompinya menjalani latihan terjun di Margahayu, Benny justru di opname di RS akibat kecelakaan sepulang dari Yogyakarta. Namun Benny berusaha keras mengusir segala macam pikiran buruk dikepalanya. "Wedhus saja dipakein parasut, ditendang terjun bisa selamat, apalagi manusia?" Demikian pendapatnya.

Benny sengaja duduk nomor 2 dari pintu Dakota, disebelah Kopral Sihombing seorang penembak SMR yang bertindak selaku penerjun 1. Dibelakangnya, duduk sahabatnya sejak Pendidikan Dasar Militer dulu, Letda Soeweno, dan selang beberapa orang lagi duduk Letda Dading Kalbuadi, juga rekan sealmamater Benny di P3AD. Selain itu, dipesawat yang lain turut juga teman Benny, Letda C.I.Santoso.

Dilihat dari kelengkapan tempurnya, pasukan Para Komando yang ditugaskan merebut Pangkalan Udara Simpang Tiga jauh dari kesan sempurna. Mereka hanya dibekali peralatan tempur yang notabene peninggalan PD II. Masing-masing menyandang parasut Irvine dipunggung tanpa payung cadangan, sehingga jika kemudian kuncup pada saat terjun, ajal tinggal menunggu dalam hitungan detik. Masih untung bagi pasukan Benny, untuk senjata perorangan mereka dilengkapi dengan FN-49 7.62mm yang baru saja dibeli pemerintah dari FN Herstal Belgia. Sedangkan satu-satunya persenjataan berat yang mereka miliki adalah SM Bren 7.7mm yang sudah dipakai sejak Perang Kemerdekaan dulu. Selain beberapa granat tangan M36 lansiran Inggris, pisau komando dan pistol untuk setiap perwira, tidak ada lagi senjata pendukung bagi pasukan komando ini.

Sejak berangkat Benny sudah berpesan kepada Letda Soeweno agar jika dalam penerjunan nanti dia kelihatan ragu-ragu langsung di dorong saja. Permintaan dari komandannya diiyakan saja oleh Soeweno karena tidak punya pilihan lain. Mendekati Simpang Tiga, jump master memberi isyarat bersiap, begitu lampu merah menyala pintu Dakota langsung terbuka. Begitu lampu hijau menyala, tanpa ragu-ragu Kopral Sihombing selaku penerjun 1 menerjang keluar pintu dan tidak lama kemudian payungnya mengembang dengan sempurna. Entah jadi di dorong atau tidak oleh Soeweno, yang jelas beberapa detik kemudian Benny sudah mendapati dirinya mengayun-ayun di angkasa. 3 Kompi pasukan Lintas Udara berhasil mendarat dengan selamat tanpa kerugian apapun. Di rimbunan semak-semak yang mengelilingi landasan Simpang Tiga, Letda Soeweno berlari menghampiri Benny dan langsung menyematkan Wing Para di dadanya sambil berucap, "Ben, kowe iki sudah jadi penerjun beneran, selamat!"

Melihat pasukan Komando bergerak cepat sembari mengumbar tembakan, pasukan PRRI yang seharusnya tadi sudah disiagakan dengan serangan P-51 Mustang dan B-25 Mitchell bukannya meningkatkan kewaspadaan dengan bertempur, melainkan lari kocar kacir masuk kedalam hutan. Pada saat mereka sedang sibuk memuat berbagai macam peralatan persenjataan ke dalam truk dipinggir landasan. Bahkan awalnya mereka malah mengira payung pasukan Komando yang mengambang di atas mereka ada peti-peti perbekalan yang dijatuhkan oleh pesawat asing rekannya. Ketika pasukan Benny mendarat, mereka mendapati banyak obor-obor disekitar landasan dan masih menyala. Obor itu kelihatannya merupakan penuntun check point ke DZ (Dropping Zone).

Hanya dalam hitungan menit, Lapangan Udara Simpang Tiga jatuh ke tangan RPKAD. Benny, dengan inisiatifnya sendiri menyuruh seorang anggota PRRI yang menyerah untuk menyetir sebuah truk berkeliling beberapa kali di landasan. Ini untuk memastikan tidak ada ranjau atau bobby trap yang dipasang PRRI disekitar landasan. Namun jika ada, tidak mungkin anggota yang menyerah tadi mau mati konyol melindasnya. Benny secara cerdik memanfaatkannya. Sewaktu RPKAD membongkar muatan truk yang ditinggalkan pemberontak dipinggir landasan, terbelalak lah mata mereka menyaksikan tumpukan persenjataan modern yang selama ini hanya mereka ketahui dari bahan bacaan, bertimbun dan tertata rapi dalam peti-peti kayu. Selain senjata ringan seperti senapan Springfield M1903 dan M1 Garrand, juga terdapat persenjataan jenis STTB Recoilless gun M20 75mm, Bazooka 2.5inch, SMR Browning 30, dan SMB M2HB 12.7mm. Semuanya lengkap dengan amunisi yang melimpah. Tak ayal Benny mengkomando anak buahnya untuk memilih sendiri senjata yang mereka sukai.

Jam 09.00 pagi, sebuah Dakota mendarat membawa Letkol Udara Wiriadinata, Wakil Komandan Operasi Tegas. Dengan senyum lebar, ia menyalami Benny dan kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya langsung bernada perintah.

"Berani kau ke kota?"
"Siap, berani Overste!" Jawab Benny.

Padahal, tidak ada satupun prajurit RPKAD termasuk Benny sendiri yang pernah bertugas di Pekanbaru. Jarak dari Simpang Tiga ke Pekanbaru sendiri sekitar 15km.

Saat itu mata Benny langsung tertumbuk pada Jeep Willy 44 diantara deretan truk PRRI. Tanpa membuang waktu Benny mengajak Letda Soeweno, Letda Dading Kalbuadi, Kopral Sihombing, dan Sersan Sukma seorang bintara PHB untuk berangkat ke kota dengan jeep tersebut. Kendaraan yang ditumpangi Benny dkk segera potong kompas, mencari jalan terdekat menuju kota, tentu saja mereka selalu salah arah, karena sama sekali belum ada yang pernah ke kota. Sedangkan pasukan lain, dipimpin oleh Letkol Udara Wiriadinata berjalan kaki dengan gerak melambung menuju arah yang sama.
Berlima Menguber Pasukan MusuhJeep rampasan yang ditumpangi Benny dkk itu merupakan satu-satunya kendaraan yang melaju dijalanan sepi Simpang Tiga-Pekanbaru. Lima prajurit komando yang nekat ini bergerak sendirian menyerbu Pekanbaru, jelas suatu tindakan konyol, tapi itulah yang dilakukan Benny. Walaupun mereka buta kekuatan musuh, atau bagaimana nasib mereka nantinya jika musuh ternyata menyergap, mereka tidak perduli. Tidak ada satupun diantara mereka termasuk Benny yang sudah menikah, semua masih bujangan. Sebab itu mereka seakan tidak ambil pusing jika seandainya terluka atau gugur dimedan tugas, toh tidak punya tanggungan.

Entah kebetulan, diatas Benny melayang-layang 2 pesawat P-51 Mustang yang dipiloti oleh Kapten Udara Rusjmin Nurjadin. Entah ide siapa, Sersan Sukma seorang bintara PHB membuat "sandiwara" kontak palsu dengan pesawat yang sedang melayang-layang diudara. Kebetulan di belakang Jeep ada pesawat radio dengan antenna yang menjulang tinggi, sehingga sepanjang perjalanan ke Pekanbaru mereka "cuap-cuap" seolah-olah ada kontak antara RPKAD yang di Jeep dengan Mustang. Padahal sama sekali tidak ada, cuma sandiwara mereka saja.

Sandiwara yang sebenarnya hanya untuk memperteguh semangat mereka ternyata berimbas positif. Ketika Jeep Benny melewati 1 Detasemen Polisi berkekuatan 1 Kompi yang masih dikuasai pemberontak, mereka menurut saja ketika digertak agar meletakkan senjata. Kejadian seperti ini berlangsung beberapa kali, dan dengan mudah tanpa perlawanan Pekanbaru direbut dari tangan PRRI.

Menjelang senja, masih dengan personel yang sama berjumlah 5 orang, Benny melanjutkan perjalanan menuju Danau Bingkuang. Ada laporan masuk bahwa pasukan PRRI menyeberangi Sungai Kampar dan bersiap melakukan serangan balas. Benny meluncur dengan Jeep yang sekarang sudah ditongkrongin SMR Browning 30.

Ditepi sebuah Dusun dipinggir sungai, tiba-tiba Benny bertatapan muka dengan pemberontak. Reflek Benny yang memegang kemudi menghentikan kendaraannya dan ke-5 dari mereka berhamburan mencari perlindungan.

Tanpa disangka, pasukan pemberontak yang juga kaget juga berhamburan berusaha mendorong rakit menyeberangi sungai. Dari balik tanggul, Kopral Sihombing telah mengokang senapan 7.62 nya siap memberondongkan peluru.

"Tembak Pak, Tembak Pak..! Teriak Sihombing menunggu perintah Benny.

"Sudah, ngga usah. Mereka kan sudah lari!" kata Benny.

Dari balik perlindungannya, dengan Browning M30 yang mampu menghamburkan 600 butir peluru per menit, pasukan PRRI yang kocar kacir itu dapat saja di bantai dengan mudah. Tapi bagaimanapun, peperangan melawan saudara sendiri menimbulkan rasa tidak nyaman dihati masing-masing pihak. Apalagi menilik kenyataan, bahwa andaikan tadi pada saat pasukan Benny yang hanya terdiri dari 5 orang itu benar-benar mendapatkan perlawanan oleh pasukan PRRI yang jumlahnya ratusan tersebut, serta adanya sejumlah Bazooka yang dipanggul oleh mereka, bisa dikatakan dalam sekali tembak dengan Bazooka saja, pasukan Benny akan gugur semua.

Benny memutuskan untuk tetap tinggal di pinggir Sungai Kampar di Danaubingkuang, mengantisipasi segala kemungkinan. Secara bergantian mereka beristirahat di dusun tersebut hingga malam semakin larut. Suasana tegang dan kecapekan karena sudah seharian memburu musuh rupanya membuat Letda Dading Kalbuadi kegerahan. Ia mencopot pakaian loreng RPKAD nya dan berjaga hanya menggunakan celana dalam.

"Wong Banyumasan guendeng! Kalau nanti ada serangan baru tau rasa Kau, nganeh-nganehi!" Kata Letda Soeweno demi melihat temannya yang asli Banyumas itu bertingkah "nyeleneh".

Dading hanya tertawa mendengar umpatan temannya, sambil tetap ber "tarzan" sambil meneteng senjatanya.



 Bersambung ... 

Ditulis Samuel.Tirta (Kaskuser) dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar