Di laman White House (http://petitions.whitehouse.gov), muncul petisi yang meminta dukungan agar Alaska kembali bergabung dengan Rusia. Petisi yang diunggah pada 21 Maret 2014 membutuhkan 100 ribu tanda tangan untuk dapat diserahkan ke pemerintah Amerika Serikat untuk mendapat tanggapan.
Hingga, Kamis, 10 April 2014, sudah 40.952 orang yang menandatangani petisi yang diberi tajuk "Alaska Back to Russia". Itu artinya dibutuhkan 59.048 tanda tangan lagi hingga 20 April 2014.
Petisi ini mendorong dilakukannya pemungutan suara terhadap tuntutan mereka mengembalikan Alaska kepada Rusia. Penggagas petisi menjelaskan sejarah penemuan Alaska oleh sekelompok warga Siberia, Rusia, sekitar 16-10 ribu tahun lalu. Mereka melewati Selat Isthmus (sekarang Selat Bering).
Berdasarkan penelusuran dokumen sejarah, ekspedisi pertama ke Alaska adalah warga Rusia bernama Mikhail Gvozdez tahun 1732. Alaska merupakan koloni Rusia hingga 1867 di masa kekuasaan Raja Alexander II. Kemudian Alaska dijual ke Amerika Serikat setara antara US$ 7,2-120 juta saat ini.
Awal Maret lalu, kelompok pendukung Rusia di Donetsk, kota yang terletak di timur Ukraina, menguasai gedung pemerintahan dan memproklamasikan pengambilalihan pemerintahan. Ratusan orang juga mengibarkan bendera Rusia dan meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintah Ukraina di sekitar halaman gedung.
"Para separatis itu mengumumkan pembentukan pemerintah baru yang dipimpin oleh Pavel Hubarev," kata Oleksiy Matsuka, editor surat kabar Novosti Donbassa.
Novosti Donbassa melaporkan sentimen terhadap Ukraina menyebar di negara yang penduduknya mayoritas warga Rusia. Insiden di Donetsk juga terjadi di Odessa di Sungai Hitam dan Luhansk, yang berbatasan dengan Rusia.
Maret lalu, Crimea meraih kemerdekaannya melalui referendum yang didukung oleh Rusia. Crimea kemudian bergabung dengan Federasi Rusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar