Jakarta, MiliterNews – Didalam dunia Militer, Terjun payung adalah hal yang musti wajib bisa dilakukan oleh seluruh pasukan baik itu darat laut dan udara. Terjun Payung secara harfifahnya adalah salah suatu metode pengiriman personil, peralatan, dan pasokan dari transportasi pesawat terbang dari ketinggian menggunakan parasut.
Penerjun Payung biasanya digunakan dalam operasi militer khususnya pendudukan wilayah atau operasi khusus, terjun payung pada dasarnya terbagi menjadi dua teknik yang pertama HALO (High Altitude-Low Opening) bisa diartikan terjun pada ketinggian yang tinggi dan membuka parasut pada ketinggian yang rendah. sedangkan HAHO (High Altitude-High Opening) yang artinya tidak jauh beda dengan terjun HALO yaitu melakukan pembukaan parasut pada ketingguan tinggi hanya beberapa detik setelah jumping dari pesawat terbang dan terjun ini dikenal sebagai Militer Free Falls (MFF).
Metode Terjun HALO ini mulai di perkenalkan pada tahun 1960 oleh Angkatan Udara Amerika Serikat yang melakukan serangkaian percobaan dan di prakarsai oleh Colonel John Stapp pada akhir tahun 1940-an Melalui survivability pada awal tahun 1950-an faktor untuk terbang tinggi pilot perlu mengeluarkan di altitudes tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, metode terjun HALO telah dilakukan oleh warga sipil sebagai bentuk olah raga skydiving . Metode terjun HAHO digunakan untuk menyediakan peralatan, perlengkapan, atau personil, sedangkan HALO yang di peruntukan untuk personil baik sipil maupun militer.
Dalam terjun khas HALO / HAHO personil di angkut sampai ketinggian dispatched dari altitudes antara 25.000 kaki (7.600 m) dan 35.000 kaki (11.000 m) sebelum melakukan penerjunan.
Dalam latihan khas HAHO, pelompat yang akan melompat dari pesawat terbang dan membuka parasut pada ketinggian 27.000 kaki (8.200 m). Pelompat yang akan menggunakan perangkat GPS atau kompas sebagai panduan untuk saat berada 30 mil atau lebih. Pelompat yang harus menggunakan cara poin dan daerah fitur navigasi ke zona arahan dikehendaki-Nya, dan benar-nya saja untuk memperhitungkan perubahan arah dan kecepatan angin. Jika deploying sebagai sebuah tim, tim di atas akan membentuk sebuah susunan sementara udara dengan parachutes.Biasanya, peloncat di posisi terendah yang akan mengatur perjalanan saja dan bertindak sebagai panduan bagi anggota tim lainnya.
Apabila terjun pada ketinggian di altitudes of the Earth’s atmosphere (lebih dari 22.000 kaki [7 600 m]), penerjun di lengkapi dengan helm yang mampu menyuplai oksigen sejenis helm pesawat tempur dan di lengkapi dengan GPS sebagai kompas untuk mengatur di mana posisi darat yang di kehendaki.
Ada beberapa peralatan yang sering digunakan dalam terjun payung, sebut saja; kanopi, harness, dan container, payung cadangan, altimeter, goggles, jumpshoot, dan helm.
Bahaya Terjun Menggunakan Teknik HOHO dan HALO
Bahaya bisa datang dari kondisi Penerjun Misalnya, rokok merokok, alkohol dan obat-obatan (termasuk histamine antagonists, sedatives, dan analgesics), anemia, karbon monoksida, kelelahan dan kegelisahan dapat mengakibatkan semua pelompat menjadi lebih rentan terhadap Hypoxia dan bisa menyebabkan pingsan di udara dan membahayakan dalam proses pembukaan parasut. dari kesemua metode baik terjun HALO dan HAHO mempunyai tingkat bahaya sendiri.
Resiko lain adalah dari rendahnya suhu Ambient lazim di altitudes tinggi. Pelompat yang mungkin dihadapi subzero temperatur dan dapat mengalami radang dingin. Namun, HALO jumper umumnya memakai Polypropylene undergarments semacam baju hangat untuk mencegah ini.
tapi resiko yang paling mendasar dari terjun payung adalah kerusakan kanopi parasute yang mengakibatkan parasut tidak berguna sebagaimana mestinya tentunya cendra yang serius bahkan kematian sudah mengancam.
Sumber : Barak Militer/ MTNN
Editor : Teguh Windharto
misi terjun payung harus disertakan SOP standar
BalasHapus