Selasa, 04 Maret 2014

Dilema KF-X: Bermesin Tunggal atau Ganda?


Desain KF-X
Potongan berita dari Korea Times: "Design of long-delayed KF-X still in debate"
Proyek pengembangan jet tempur KF-X masih mengalami perdebatan, tentang apakah pesawat ini akan bermesin tunggal atau bermesin ganda. Masalah inilah yang menjadi titik terbesar masalah pada program pengembangannya.

Saat ini, Badan Pengembangan Pertahanan (ADD) Korea masih berpihak pada Angkatan Udara, yang menginginkan jet tempur masa depan Korea harus bermesin ganda dengan mengusulkan desain yang berlabel C103 (gambar kiri).

Namun di sisi lain, Defense Acquisition Program Administration (DAPA), mengusulkan KF-X yang bermesin tunggal, dari desain yang berlabel C501 (gambar kanan), yang pengembangannya berdasarkan pesawat tempur ringan FA-50 Korea Aerospace Industries (KAI), dengan mengklaim bahwa hasilnya pesawat akan lebih murah dan lebih mudah untuk dikembangkan dan dibangun daripada yang disarankan ADD.

Korea Times menyebutkan bahwa KF-X, yang dibangun dengan bantuan kontraktor pertahanan global ditujukan untuk mengisi kesenjangan jet tempur Korea pada dekade berikutnya, telah tertunda karena keterbatasan anggaran dan pertanyaan atas kelayakannya.

Program ini diprakarsai oleh mendiang Presiden Kim Dae-jung pada Maret 2001. AU Korsel berencana membeli 120 jet KF-X untuk menggantikan armada F-4 dan F-5. Pada Januari, dana sebesar USD 18,7 juta telah dianggarkan dari anggaran pertahanan 2014 untuk menentukan desain dan mesin, dan DAPA mengatakan bahwa pada April nanti akan mulai menerima tawaran dari produsen untuk berpartisipasi dalam program KF-X.
Beritanya cukup panjang, sayangnya tidak menyebutkan satu pun kata Indonesia atau Indonesian Aerospace di dalamnya. Seolah ini bukan pengembangan bersama. Bukan hanya satu kali ini, pemberitaan KF-X versi Korea sebelum-sebelumnya juga seperti ini, jadi malas saya post disini.
Pertanyaan khusus (lebih tepatnya) untuk media-media Korsel, apakah dana pengembangan 20% (1,6 triliun) dari Indonesia belum ada apa-apanya? Apakah dana Indonesia sebesar 61 miliar (20%) untuk budjet pengembangan tahun 2015 juga belum ada apa-apanya? Juga apakah sumber daya ilmuwan kedirgantaraan kita yang dikirim kesana tidak memadai meskipun pesawat buatan kita sudah dibeli negara maju sekalipun? Hehe....

Tapi balik lagi, suka-suka mereka. Baca saja selengkapnya di link bawah ini (copy dan paste di address bar).

http://www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2014/03/180_152615.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar