Yaman,
MiliterNews – Serangan pesawat tak berawak AS di Yaman utara pada Rabu
menewaskan empat terduga anggota Al Qaida, termasuk seorang veteran perang Irak, kata seorang pejabat militer.
Pesawat tak berawak itu menembakkan dua roket ke sebuah kendaraan di
daerah Khalka di provinsi Jawf, kata pejabat itu, dengan menambahkan
bahwa korban tewas mencakup Ali Juraym, seorang pemimpin militan lokal
yang pernah bertempur di Irak, lapor AFP.
Militer AS mengoperasikan seluruh pesawat tak berawak yang terbang di
Yaman untuk mendukung upaya pemerintah Sanaa menumpas Al Qaida, dan
serangan-serangan itu menewaskan puluhan militan dalam setahun terakhir.
Serangan-serangan itu menyulut kecaman dari para aktivis hak asasi manusia, yang menyatakan bahwa banyak warga sipil tak berdosa menjadi korban.
Serangan-serangan itu menyulut kecaman dari para aktivis hak asasi manusia, yang menyatakan bahwa banyak warga sipil tak berdosa menjadi korban.
PBB mengatakan, 16 warga sipil tewas dan sedikitnya
10 orang cedera ketika dua rombongan pernikahan menjadi sasaran
serangan pesawat tak berawak pada awal Desember.
Korban telah disalahdugakan sebagai anggota Al Qaida, kata PBB mengutip beberapa pejabat setempat.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di
Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat
pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang
akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil
menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah
selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Sumber : Antara
Editor : Teguh Windharto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar