Kamis, 10 Desember 2015

Su-35, Terpilih Karena Kemampuan Dan “Politik”

Analis militer menyebutnya pesawat tempur non-siluman terbaik di dunia http://i1.wp.com/jakartagreater.com/wp-content/uploads/2015/12/su35-1.jpg?zoom=1.5&resize=498%2C367Super Flanker Su 35

Rusia dikenal sebagai salah satu pengekspor utama pesawat tempur di seluruh dunia. Dari awal Perang Dingin, MiG Soviet, Sukhoi dan Yak Rusia telah membentuk tulang punggung banyak angkatan udara di seluruh dunia. Hal ini sebagian karena politik Perang Dingin, dimana negara-negara saat itu pada dasarnya wajib untuk memperoleh peralatan militer dari blok yang selaras dengannya.

Rusia telah mewarisi banyak kemampuan produksi dan R & D yang berkaitan dengan pesawat militer. Pesawat Rusia mendapatkan permintaan tinggi diseluruh dunia. Hal ini terutama disebabkan oleh tiga hal, harga yang murah, kualitas yang handal dan kurangnya sanksi embargo seperti yang sering dikenakan oleh negara-negara Barat.

Hal ini juga berlaku di Asia, beberapa negara Asia saat ini banyak mencari dan memperbarui atau mengganti armada tempur mereka. Saat ini peawat tempur yang tersedia adalah Gripen Swedia, Rafale Perancis, Eurofighter Typhoon dan Boeing F/A-18 Super Hornet.
Salah satu andalan utama Rusia dalam persaingan ini adalah Sukhoi Su-35 (Flanker-E, juga dikenal sebagai Super Flanker). Berbasis dari pesawat tempur legendaris Su-27, Su-35 disebut-sebut sebagai “generasi keempat plus-plus” dengan banyak teknologi canggih yang terinstal pada pesawat.

Menurut Militaryfactory.com, Su-35 mengintegrasikan probe pengisian bahan bakar diudara, perangkat electronic countermeasures dan radar Phazotron AESA yang menghadap ke depan dan belakang, yang mampu melacak 24 target yang berbeda secara bersamaan pada jarak 100 km di medan yang tidak rata. Dan dilengkapi avionik termasuk radar passive phased array Irbis-E.

Su-35 ini didukung oleh mesin turbofan kembar yang kuat, Saturnus AL 41 (117). Mesin dengan kemampuan thrust vectoring yang memungkinkan pesawat untuk menanjak dengan kekuatan yang lebih besar dari pendahulunya, Su-27. Su-35 juga berfungsi sebagai pesawat tempur uji untuk pesawat generasi kelima Rusia, Su PAK-FA. Su-35 diklaim dapat mencapai kecepatan hingga 2,25 Mach atau sekitar 2.400 kilometer per jam.

Moskow berencana untuk mengoperasikan sebuah resimen udara dengan kekuatan 48 Su-35. Rusia menggunakan Su-35 sebagai batu loncatan antara pesawat tempur generasi keempat saat ini dan PAK-FA. Namun, Rusia juga telah memasarkan Su-35 ke sejumlah negara Asia, diantaranya China dan Indonesia, dimana keduanya telah sepakat untuk membeli Su-35, dan beberapa negara lain, termasuk Pakistan dan Korea Utara, dikabarkan juga tertarik dengan Su-35.

Negara yang dikonfirmasi paling signifikan membeli Su-35 adalah Beijing. Cina merencanakan untuk membeli total 24 pesawat, dengan harga antara US$ 83 – 85 juta per pesawat. Diduga China memanfatkan pembelian ini untuk mendapatkan akses ke teknologi Su-35. Terutama adalah mesin Su-35, China saat ini sangat membutuhkan mesin yang lebih kuat untuk pesawat generasi kelimanya, J-20 dan J-31.

China saat ini sedang mengembangkan mesin turbofan untuk pesawat tempur generasi kelimanya, WS-15 dan mesin Su-35 ini bisa menjadi mesin sementara sampai China mampu membangun sendiri mesin yang kuat.

Indonesia juga telah mengumumkan bahwa mereka akan membeli 16 Super Flanker untuk menggantikan pesawat tempur tua F-5 “Tiger”. Sebenarnya ada banyak pesaing yang ingin memenangkan tawaran pesawat tempur ke Jakarta, seperti Gripen, Rafale dan Typhoon.

Alasan Sukhoi memenangkan tender mungkin karena kombinasi berbagai faktor. Menurut Undang-undang akuisisi pertahanan baru Indonesia, pihak produsen harus menyertakan 30 persen minimum offset, sedangkan kriteria seleksi lainnya yang menjadi pertimbangan adalah 30 persen untuk kinerja sistem pesawat, 30 persen harga pesawat / biaya siklus hidup pesawat, dan 40 persen untuk kerjasama industri.

Selanjutnya, Jakarta juga memiliki catatan sejarah yang buruk menggunakan persenjataan produk barat. Di tahun 1986, Indonesia membeli “si elang botak” F-16, yang dimaksudkan untuk melengkapi armada F-5E Tiger. Namun, setelah AS dan Uni Eropa memberlakukan sanksi akibat keterlibatan Jakarta pada peristiwa Timor Timur di tahun 1999, dengan cepat armada udaranya bobrok karena kurangnya suku cadang.

Akibatnya, Angkatan Udara Indonesia beralih mengakuisisi jet tempur Rusia, terutama Su-27 dan Su-30. Salah satu motif untuk memperoleh Su-35 mungkin juga untuk mencegah situasi buruk akibat embargo terulang kembali di masa depan.

Pyongyang tampaknya juga telah menyatakan minatnya untuk Su-35. Sebuah delegasi militer Korea Utara mendekati pejabat Rusia pada November 2014 tentang kemungkinan mendapatkan Su-35 untuk angkatan udaranya. Namun, karena embargo senjata internasional untuk Pyongyang, Moskow tampaknya telah menolak permintaan tersebut.

Pakistan juga adalah kandidat lain yang potensial untuk membeli Super Flanker. Menurut Dave Majumbar dari National Interest, Rusia tampaknya pernah bernegosiasi untuk menjual Su-35 bersama dengan helikopter serang Mi-35 Hind-E kepada Pakistan. Sesuatu yang luar biasa, Rusia tampaknya mengabaikan India yang cenderung bereaksi sangat negatif pada kesepakatan dengan Pakistan. Akuisisi Su-35 mungkin akan memberikan Pakistan kekuatan untuk megimbangi kemampuan armada Su-30MKI India yang sangat besar.

Akhirnya, Super Flanker memang menjadi primadona pada beberapa Negara di Asia. Namun, sebagian besar negara-negara tersebut membeli Su-35 karena alasan politik, baik karena mereka tidak mampu untuk membeli persenjataan dari barat, atau karena mereka khawatir tentang sanksi embargo di masa depan.

Namun bukan berarti Su-35 adalah platform pesawat tempur yang jelek (analis militer menyebutnya pesawat tempur non-siluman terbaik di dunia). Ini berarti bahwa persaingan pasar pesawat tempur akan sangat sulit, dan bahwa politik masih memainkan bagian dari pembelian persenjataan negara-negara di Asia.

Ekspor senjata Rusia ke wilayah tersebut terus menurun karena beberapa pelanggan besar telah mengembangkan industri pertahanan mereka sendiri atau mengalihkan pembelian ke negara produsen lain. [TheDiplomat]

  JKGR 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar