"Kita sedang bernegoisasi dengan UEA untuk kapal jenis LPD, seperti yang dipesan Filipina, karena mereka mengakui tertarik dengan kecanggihan kapal itu dan kita sudah menguasai kecanggihan dari A sampai Z jenis kapal tersebut," ucapnya.
Arifin mengatakan, ketertarikan UEA juga diungkapkan negara itu ketika melihat langsung kapal sejenis saat digunakan dalam evakuasi ekor pesawat AirAsia yang mengalami kecelakaan, yakni KRI Banda Aceh.
Sebelumnya, negara yang telah memesan dan kini sudah memasuki tahap akhir atau 70 persen pengerjaan adalah Filipina, yang memesan dua kapal perang tipe "strategic sealift vessel" (SSV).
Menurut Firmansyah, dua kapal perang berukuran panjang 123 meter dan lebar 21,8 meter itu adalah alat utama sistem senjata (alutsista) pertama yang diekspor Indonesia ke negara lain.
Pengiriman kapal pertama akan dilaksanakan dengan kontrak 28 bulan dan akan diluncurkan pada Desember 2015, sementara kapal kedua sekitar 36 bulan.
Firmansyah menjelaskan, pengerjaan dua kapal perang Filipina dilakukan setelah perusahaan BUMN itu memenangkan tender internasional senilai 90 juta dolar AS melawan tujuh perusahaan termasuk dari Korea Selatan.
"Kita menang karena pengalaman. Pasalnya militer Filipina ingin yakin bahwa kapal yang dipesan itu sudah dipakai di negara kita," katanya.
Ia mengatakan, sesuai dengan peraturan pemerintah tingkat kandungan komponen dalam negeri (TKDN) kapal perang yang diekspor ke Filipina telah memenuhi regulasi, yakni antata 30 hingga 35 persen.
"Ke depan, kita telah membuat strategi jangka panjang, yakni bagaimana seluruh komponen kapal perang canggih berasal dari tangan-tangan anak negeri," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar