Senin, 25 Januari 2016

Beranikah Gedung Putih Membatalkan Pembelian 72 F-15 Qatar?



f-15
Tetapi Amerika pasti sadar bahwa sekutu mereka tidak selamanya bisa bersabar. Situasi saat ini ada perlombaan senjata di Timur Tengah setelah ketegangan terus mencuat ditambah dengan pencabutan sanksi ke Iran. Konflik terbuka sudah berlangsung di Yaman, dan setelah penggeledahan Kedutaan Saudi di Iran menyusul eksekusi Arab Saudi dari ulama Syiah terkenal, ketegangan telah meningkat secara drastis.
Ada juga isu sejumlah besar uang Iran yang sekarang tidak lagi diblokir seiring pencabutan sanksi yang jumlahnya berkisar antara US$55 miliar hingga US$ 100 miliar akan segera digunakan Teheran untuk mengisi lagi gudan senjata meraka yang puluhan tahun merana karena sanksi.

Selain itu, Iran sekarang akan dapat secara bebas menjual minyak di pasar terbuka, yang berarti lebih banyak pendapatan untuk pemerintah Iran dan akan lebih banyak minyak yang dilempar ke pasar dunia hingga akan mempengaruhi harga yang saat ini sudah hancur. Ini akan semakin membuat babak belur ekonomi negara Teluk Arab Sunni.
Semua faktor ini telah meningkatkan  secara drastis permintaan negara-negara Sunni Teluk untuk bisa membeli senjata teknologi tinggi. Produsen senjata Eropa bersedia menggunakan jalur cepat pembelian dari negara-negara ini. Rusia juga tengah berusaha untuk membuka pangsa pasar yang lebih besar di wilayah tersebut. Mesir sudah melaksanakan membeli banyak jet tempur dan helikopter serang Rusia, dan Rusia memiliki kehadiran yang lebih kuat di Bahrain Air Show tahun ini dengan harapan bisa menjajakan varian Flanker terbaru yang telah bekerja dengan sukses di Suriah. Aljazair, meskipun bukan negara Timur Tengah, telah dalam proses pemesanan turunan ekspor pesawat tempur pembom Su-34 Fullback yang dijuluki Su-32.
Dengan kesepakatan nuklir Iran di balik itu, Gedung Putih diharapkan akan bergerak maju dengan menyetujui penjualan tersebut sebelum mereka akhirnya lari semuanya. Setidaknya, itulah diharapkan sejumlah anggota Kongres. Defense News mengutip John McCain, yang mengepalai Komite Angkatan Bersenjata Senat mengatakan. “Saya tidak ragu bahwa pemerintahan Obama telah mengejar hubungan baru dengan Iran karena diyakini hal itu akan mengurangi ketegangan sektarian di wilayah itu, tetapi kenyataannya adalah bahwa tawaran pemerintah untuk Iran hanya memperburuk ketegangan. Situasi tumbuh lebih buruk karena pemerintah telah begitu lambat untuk menawarkan dukungan kepada sekutu dan mitra, seperti yang kita lihat dengan tertundamua penjualan pesawat tempur ke Qatar dan Kuwait. Ini seharusnya tidak terjadi, dan kami melakukan segala yang kami bisa untuk mempercepat itu. ”
Meskipun penjualan senjata ke wilayah ini telah menjadi bentuk mapan dalam menerapkan strategi kebijakan luar negeri AS yang lebih besar, strategis ini hanya bisa efekif ketika mereka tidak punya pilihan beralih ke lain. Dan ini tidak terjadi di Timur Tengah. Sudah terbutki Qatar juga telah memesan beberapa lusin jet tempur Rafale dari Prancis. Kuwait mengincar Eurofighters, dan mungkin akan berakhir dengan pembelian untuk menggantikan Super Hornets yang berbelit-belit.
Jika perintah segera menyetujui pembelian Super Hornet dan Eagle juga akan menolong lini produksi Boeing di St Louis yang terancam tamat di akhir dekade ini. Sementara Boeing telah kehilangan kontrak pembangunan Long Range Strike Bomber karena dimenangkan Northrop. Jika nantinya Boeing juga kalah dalam kompetisi pesawat latih Angkata Udara Amerika dalam program TX, maka tamat sudah Boeing di jalur pertahanan.
Sumber: forxtrotalpha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar