Setelah N219, PT DI dan Lapan bakal bikin N245 dan N270
Jakarta
☆ PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tengah kebanjiran pesanan pesawat buatan anak negeri dengan tipe N219.
Walau belum dapat sertifikasi layak terbang, pesawat tipe ini sudah dipesan sekitar 200 unit dari maskapai maupun Pemda.
Hanya saja, komponen mesin pesawat buatan anak negeri ini masih menggunakan komponen impor. Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengakui, Indonesia belum membuat mesin pesawat, sehingga masih mengandalkan impor.
"Kita belum bisa desain dan buat sendiri (mesin pesawat). Mesti ada investasi dan lainnya. Kita saat ini belum mampu," ucap Andi ketika ditemui di kantor Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Andi mengakui, membuat komponen mesin pesawat bukanlah hal mudah. Membuat mesin pesawat harus mempunyai lisensi yang diakui dunia.
"Kita harus punya engine development sendiri, nanti kita lihat kalau produksi banyak dan kita harus pakai lisensinya. Kita harus embeli lisenci tadi," tegasnya.
Untuk pesawat N219, kata dia, masih menggunakan mesin impor dari Kanada. Komponen impor di pesawat tersebut mencapai 40 persen.
Dia mengklaim, persentase komponen impor pesawat ini terkecil dibandingkan dengan pesawat buatan PT DI lainnya.
Lapan dan PT DI habiskan Rp 400 miliar kembangkan N219
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk pengembangan pesawat N219 bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dana ini akan digunakan untuk dua tahun yaitu 2014 dan 2015.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan S Prabowo mengatakan, tahun ini anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 310 miliar. Sedangkan sisanya atau sekitar USD 90 miliar akan digunakan untuk tahun depan.
"Komitmen kita tahun 2014 itu Rp 310 dan sisanya 2015," ucap Gunawan di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Dia menegaskan, anggaran ini diakui tidak digunakan untuk kepentingan komersil atau mengambil keuntungan.
"Kita kan pusat teknologi penerbangan, dunia penerbangan engineering kita improve kemampuan engga ada barangnya ya engga bisa. Bagi enginer Lapan jadi wahana penelitian. Ada feedback kita masuk ke pesawat terbang," tegasnya.
Deputi Bidang Teknologi Lapan, Soewarto Hardhienata mengatakan, kerja sama dengan PT DI terbukti menguntungkan Lapan. Terlebih untuk pendampingan tenaga permesinan.
Pada 2011 Lapan mendirikan pusat teknologi penerbangan, dalam 3 tahun sudah dapat pengembangan pesawat N 219.
"Kami belajar enginer dititipkan di PT DI untuk magang, kami harus mempunyai SDM bersertifikat mengenai pengembangan pesawat," tutupnya.
Belum mampu buat mesin pesawat, PT DI masih andalkan impor
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tengah kebanjiran pesanan pesawat buatan anak negeri dengan tipe N219.
Walau belum dapat sertifikasi layak terbang, pesawat tipe ini sudah dipesan sekitar 200 unit dari maskapai maupun Pemda.
Hanya saja, komponen mesin pesawat buatan anak negeri ini masih menggunakan komponen impor. Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengakui, Indonesia belum membuat mesin pesawat, sehingga masih mengandalkan impor.
"Kita belum bisa desain dan buat sendiri (mesin pesawat). Mesti ada investasi dan lainnya. Kita saat ini belum mampu," ucap Andi ketika ditemui di kantor Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Andi mengakui, membuat komponen mesin pesawat bukanlah hal mudah. Membuat mesin pesawat harus mempunyai lisensi yang diakui dunia.
"Kita harus punya engine development sendiri, nanti kita lihat kalau produksi banyak dan kita harus pakai lisensinya. Kita harus embeli lisenci tadi," tegasnya.
Untuk pesawat N219, kata dia, masih menggunakan mesin impor dari Kanada. Komponen impor di pesawat tersebut mencapai 40 persen. Dia mengklaim, persentase komponen impor pesawat ini terkecil dibandingkan dengan pesawat buatan PT DI lainnya.
Kandungan Lokal Pesawat N219 Capai 60%
Sebagian besar struktur pesawat N219 merupakan buatan dalam negeri hingga 60%. Sisanya atau 40% masih harus diimpor antara lain mesin yang harus didatangkan dari Kanada.
"Mesin masih menggunakan Pratt & Whitney buatan Kanada," ungkap Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Andi Alisjahbana saat ditemui di Kantor LAPAN Rawamangun Jakarta, Selasa (25/02/2014).
Menurut Andi, sampai saat ini Indonesia belum mampu membuat mesin pesawat terbang namun hanya merancang bangun pesawat saja. Untuk struktur pesawat N219 yang merupakan karya asli rancang bangun putra putri Indonesia ini sudah banyak yang dibuat di dalam negeri.
"Target kita menggunakan kandungan lokal untuk pesawat N-219 menuju 60%. Mesin kita memang masih impor, struktur badan pesawat kita buat sendiri," katanya.
Sedangkan menurut Kepala Program N-219 dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Agus Aribowo struktur pesawat yang dibuat di dalam negeri antara lain ban, shock, dan desain interior pesawat seperti bangku, kaca dan meja.
"Roda itu kita kerjasama dengan Achilles bikin ban dan perlu sertifikasi. Landing gear itu juga buatan lokal, shock karet lokal, kaca jendela industri lokal Tangerang. Kursi sudah di setup dan interior juga. Kami melakukan koordinasi terus dengan Kementerian Perindustrian utamanya tentang masalah sertifikasi," jelasnya.
♞ Merdeka | detik
Walau belum dapat sertifikasi layak terbang, pesawat tipe ini sudah dipesan sekitar 200 unit dari maskapai maupun Pemda.
Hanya saja, komponen mesin pesawat buatan anak negeri ini masih menggunakan komponen impor. Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengakui, Indonesia belum membuat mesin pesawat, sehingga masih mengandalkan impor.
"Kita belum bisa desain dan buat sendiri (mesin pesawat). Mesti ada investasi dan lainnya. Kita saat ini belum mampu," ucap Andi ketika ditemui di kantor Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Andi mengakui, membuat komponen mesin pesawat bukanlah hal mudah. Membuat mesin pesawat harus mempunyai lisensi yang diakui dunia.
"Kita harus punya engine development sendiri, nanti kita lihat kalau produksi banyak dan kita harus pakai lisensinya. Kita harus embeli lisenci tadi," tegasnya.
Untuk pesawat N219, kata dia, masih menggunakan mesin impor dari Kanada. Komponen impor di pesawat tersebut mencapai 40 persen.
Dia mengklaim, persentase komponen impor pesawat ini terkecil dibandingkan dengan pesawat buatan PT DI lainnya.
Lapan dan PT DI habiskan Rp 400 miliar kembangkan N219
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 miliar untuk pengembangan pesawat N219 bersama PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Dana ini akan digunakan untuk dua tahun yaitu 2014 dan 2015.
Kepala Pusat Teknologi Penerbangan Lapan, Gunawan S Prabowo mengatakan, tahun ini anggaran yang dihabiskan mencapai Rp 310 miliar. Sedangkan sisanya atau sekitar USD 90 miliar akan digunakan untuk tahun depan.
"Komitmen kita tahun 2014 itu Rp 310 dan sisanya 2015," ucap Gunawan di kantor pusat Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Dia menegaskan, anggaran ini diakui tidak digunakan untuk kepentingan komersil atau mengambil keuntungan.
"Kita kan pusat teknologi penerbangan, dunia penerbangan engineering kita improve kemampuan engga ada barangnya ya engga bisa. Bagi enginer Lapan jadi wahana penelitian. Ada feedback kita masuk ke pesawat terbang," tegasnya.
Deputi Bidang Teknologi Lapan, Soewarto Hardhienata mengatakan, kerja sama dengan PT DI terbukti menguntungkan Lapan. Terlebih untuk pendampingan tenaga permesinan.
Pada 2011 Lapan mendirikan pusat teknologi penerbangan, dalam 3 tahun sudah dapat pengembangan pesawat N 219.
"Kami belajar enginer dititipkan di PT DI untuk magang, kami harus mempunyai SDM bersertifikat mengenai pengembangan pesawat," tutupnya.
Belum mampu buat mesin pesawat, PT DI masih andalkan impor
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) tengah kebanjiran pesanan pesawat buatan anak negeri dengan tipe N219.
Walau belum dapat sertifikasi layak terbang, pesawat tipe ini sudah dipesan sekitar 200 unit dari maskapai maupun Pemda.
Hanya saja, komponen mesin pesawat buatan anak negeri ini masih menggunakan komponen impor. Direktur Pengembangan Teknologi PT DI, Andi Alisjahbana mengakui, Indonesia belum membuat mesin pesawat, sehingga masih mengandalkan impor.
"Kita belum bisa desain dan buat sendiri (mesin pesawat). Mesti ada investasi dan lainnya. Kita saat ini belum mampu," ucap Andi ketika ditemui di kantor Lapan, Jakarta, Selasa (25/2).
Andi mengakui, membuat komponen mesin pesawat bukanlah hal mudah. Membuat mesin pesawat harus mempunyai lisensi yang diakui dunia.
"Kita harus punya engine development sendiri, nanti kita lihat kalau produksi banyak dan kita harus pakai lisensinya. Kita harus embeli lisenci tadi," tegasnya.
Untuk pesawat N219, kata dia, masih menggunakan mesin impor dari Kanada. Komponen impor di pesawat tersebut mencapai 40 persen. Dia mengklaim, persentase komponen impor pesawat ini terkecil dibandingkan dengan pesawat buatan PT DI lainnya.
Kandungan Lokal Pesawat N219 Capai 60%
Sebagian besar struktur pesawat N219 merupakan buatan dalam negeri hingga 60%. Sisanya atau 40% masih harus diimpor antara lain mesin yang harus didatangkan dari Kanada.
"Mesin masih menggunakan Pratt & Whitney buatan Kanada," ungkap Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Andi Alisjahbana saat ditemui di Kantor LAPAN Rawamangun Jakarta, Selasa (25/02/2014).
Menurut Andi, sampai saat ini Indonesia belum mampu membuat mesin pesawat terbang namun hanya merancang bangun pesawat saja. Untuk struktur pesawat N219 yang merupakan karya asli rancang bangun putra putri Indonesia ini sudah banyak yang dibuat di dalam negeri.
"Target kita menggunakan kandungan lokal untuk pesawat N-219 menuju 60%. Mesin kita memang masih impor, struktur badan pesawat kita buat sendiri," katanya.
Sedangkan menurut Kepala Program N-219 dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Agus Aribowo struktur pesawat yang dibuat di dalam negeri antara lain ban, shock, dan desain interior pesawat seperti bangku, kaca dan meja.
"Roda itu kita kerjasama dengan Achilles bikin ban dan perlu sertifikasi. Landing gear itu juga buatan lokal, shock karet lokal, kaca jendela industri lokal Tangerang. Kursi sudah di setup dan interior juga. Kami melakukan koordinasi terus dengan Kementerian Perindustrian utamanya tentang masalah sertifikasi," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar