Ribuan militan ISIS itu juga kewalahan oleh serangan baru tentara rezim Suriah yang mendapat bantuan kuat dari militer Rusia.”Setidaknya 3.000 militan dari ISIS, al-Nusra dan Jaish al-Yarmouk telah melarikan diri ke Yordania. Mereka takut dengan tentara Suriah yang telah meningkatkan kegiatannya di semua lini dan [takut oleh] serangan udara Rusia,” tulis kantor berita Rusia, Ria Novosti, Rabu 7/1), mengutip pejabat militer Kremlin.
Menteri Informasi Suriah, Omran al-Zoubi, mengatakan operasi militer Rusia di Suriah telah memicu reaksi keras dari kelompok teroris. “Serangan udara AS terhadap ISIS tidak efektif, koalisi ingin teroris tinggal di Suriah selama mungkin,” lanjut dia.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov mengatakan, serangan pesawat-pesawat jet tempur Rusia telah menargetkan 10 fasilitas ISIS di berbagai daerah di Suriah. Sekitar 20 tank tempur dan tiga peluncur roket milik ISIS di Provinsi Homs hancur terkena serangan.
Adapun pasukan pemerintah Suriah yang loyal terhadap Presiden Bashar al-Assad untuk pertama kalinya meluncurkan serangan darat di bawah gelombang serangan udara yang dilakukan oleh Rusia. “Untuk pertama kalinya, pasukan rezim Presiden Assad melakukan serangan darat terhadap kelompok pemberontak,” ujar Direktur Obsevartorium HAM untuk Suriah, Rami Abdel Rahman seperti dikutip dari laman Guardian.
Sudah hampir sepekan Rusia melancarkan serangan udara di Suriah dengan target ISIS. Namun, sejumlah negara Barat menilai serangan yang dilakukan Rusia lebih banyak ditujukan kepada pasukan pemberontak yang didukung oleh Amerika Serikat (AS).
Terakhir, serangan udara yang dilakukan Rusia dilancarkan di kota-kota wilayah Provinsi Hama dan Provinsi Idlib yang sebagian besar dikuasai kelompok pemberontak, salah satunya sayap kelompok afiliasi Al-Qaeda, Front Nusra.
Adapun AS, mengaku siap melanjutkan pembicaraan militer dengan Rusia terkait operasi militer kedua belah pihak di Suriah untuk menghindari konflik di medan pertempuran. Sebelumnya AS menolak kerja sama karena khawatir jadi harus mengikuti aturan main Rusia. “Selama beberapa hari terakhir, kami melihat bahaya yang muncul terkait serangan yang disengaja,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Mark Toner. “Jadi, kami benar-benar perlu terlibat dengan Rusia dalam hal mencegah konflik.”
Sikap yang sama ditunjukan Rusia lewat Wakil Menteri Pertahanan Anatoly Antonov. Ia mengatakan, militer negara itu bersedia memperluas kerja sama dengan koalisi pimpinan AS di Suriah.
AS dan Rusia sebelumnya sudah pernah melakukan pertemuan dalam upaya menetapkan aturan terkait operasi udara di Suriah pekan lalu. Namun pada Selasa 6 Oktober Amerika menolak usulan terkait aturan operasi militer di Suriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar