Satgas Pemberantasan Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing 115 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), baru-baru ini melaporkan kaburnya 9 kapal eks asing dengan bobot rata 300 gross ton (GT) asal China yang kabur dari Pelabuhan Timika, Papua.
Kapal-kapal yang ditahan karena sejumlah pelanggaran tersebut dibawa lari oleh 39 anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan China pada 30 Desember lalu.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menyebut, hilangnya 9 kapal eks asing oleh ABK China sebagai pelanggaran kedaulatan serius.
"Yang dilakukan ABK asal Tiongkok sangat tidak menghormati negara kita. Kita sangat tidak senang, saya akan kirim surat komplain ke Duta Besar (Dubes) China, apa yang dilakukan kru kapal China yang datang dan bawa lari 9 kapal," tegas Susi saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (11/1/2016).
Susi melanjutkan, tindakan ABK tersebut jelas merusak kepercayaan (goodwill) pada China. Padahal, menurut Susi, dirinya telah bertemu Dubes China beberapa waktu lalu, membahas masalah penyelesaian kapal-kapal eks China yang ditahan karena dilarang beroperasi di Indonesia.
"Hal ini jelas tidak menghormati goodwill, saat saya sudah bertemu Dubes China. Bayangkan kapal-kapal sebesar itu seenaknya keluar masuk, padahal mereka ini kapal asing yang curi ikan di kita. Ini pukulan luar biasa buat Satgas 115 dan kedaulatan Indonesia. Maling kabur seenaknya sendiri," ujarnya.
Sebagai informasi, dari hasil analisis dan evaluasi Satgas Illegal Fishing, 9 kapal tersebut ditahan karena melakukan 9 pelanggaran, termasuk mempekerjakan ABK asing, berbendera ganda, dan izin sudah habis.
Berikut 9 kapal eks asing asal China yang dibawa kabur:
◆ KM. Kofiau 19 C/S JZBB berat 310 GT
◆ KM. Kofiau 15 C/S YEB 4835 berat 298 GT
◆ KM. Kofiau 16 C/S YEB 4736 berat 298 GT
◆ KM. Kofiau 17 C/S YEB 6520 berat 298 GT
◆ KM. Kofiau 18 C/S JZBA berat 310 GT
◆ KM. Kofiau 49 C/S YEB 4738 berat 298 GT
◆ KM. Ombre 50 C/S JZCF berat 310 GT
◆ KM. Ombre 51 C/S JZCG berat 310 GT
◆ KM. Ombre 52 C/S JZCH berat 310 GT.
Menurutnya, hal tersebut merupakan buah kelalaian aparat keamanan yang menjaga 9 kapal tersebut. Selain itu, kejadian tersebut juga dianggap sebagai pelanggaran serius China atas kedaulatan Indonesia.
"Kita akui ini keteledoran aparat kita yang dalam hal ini kurang memberi perhatian. Apa yang dilakukan ABK Tiongkok sangat tidak menghormati negara kita," ujar Susi saat konferensi pers di kantornya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Senin (11/1/2016).
Lalu, kenapa 9 kapal yang sedang ditahan itu justru bisa dibawa kabur? Menurut Susi, 9 kapal yang dibawa kabur itu luput dari pengamanan karena lokasinya jauh dari pelabuhan.
"Pertama, kapal-kapal itu ditempatkan di perairan yang memudahkan bagi kapal melarikan diri. Itu jauh dari pelabuhan dan pos pengamatan," terang Susi.
Kedua, ada 31 ABK asal China yang datang ke lokasi penahanan kapal. Mereka datang membantu 8 ABK lainnya yang telah lebih dulu di lokasi untuk menjaga kapal.
Menurut Susi kehadiran 31 ABK itu sengaja memanfaatkan situasi pengamanan di lokasi penahanan kapal yang longgar. "Mereka memilih datang menjelang Natal dan tahun baru, juga saat kunjungan Presiden Jokowi ke Papua. Ini bukan kebetulan, tapi dipilih waktu saat aparat pengawas dikerahkan mengamankan kepala negara," papar Susi.
Dia menuturkan, dirinya sudah mendeteksi keberadaan 9 kapal tersebut, yang kini dalam perjalanan 'pulang' ke China lewat Papua Nugini.
"Hasil pantauan AIS (automatic identification system) pada 10 Januari pukul 12.00 9 kapal tersebut ada di perairan barat Pulau Manus, Papua Nugini. Diduga kapal-kapal itu sedang menuju China melalui jalur Laut China Selatan bagian Filipina," tutupnya.
Kapal-kapal eks asing tersebut ditahan di Pelabuhan Timika karena terbukti melakukan 9 pelanggaran termasuk mempekerjakan ABK asing, berbendera ganda, serta tak lagi memiliki izin operasi.
Kronologinya
Susi mengungkapkan, dari hasil penyelidikan Satgas Pemberantasan Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing 115, kaburnya 9 kapal tersebut memang telah direncanakan dengan matang.
"Hari Rabu tanggal 30 Desember 2015, dilaporkan 9 kapal eks Tiongkok telah dilarikan ABK Tiongkok. Pertama kali diketahui dari pegawai yang sehari-hari memeriksa kondisi kapal di Pelabuhan Pomako," papar Susi di kantonya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Senin (11/1/2016).
Dari keterangan grup Minamata, perusahaan yang sebelumnya mengoprasikan 9 kapal tersebut, sebanyak 31 ABK baru datang dari China untuk mengisi posisi ABK yang telah pulang ke negara asalnya untuk menjaga kapal, sementara 8 ABK memang dari awal ditugaskan dari awal menjaga kapal.
Susi mengungkapkan, 9 kapal tersebut ditahan karena melakukan 9 pelanggaran sehingga izin tak lagi berlaku sejak 1 Juli. Beberapa pelanggaran diantaranya termasuk mempekerjakan ABK asing, berbendera ganda, dan izin sudah habis.
Kasus Kedua Setelah MV Hai Fa
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan, kaburnya 9 kapal tersebut mengulang kejadian kaburnya kapal asal China berbendera Panama, MV. Hai Fa.
"Ini kejadian buruk di awal 2016 buat Satgas Pemberantasan Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing 115. Jangan sampai terulang kasus MV Hai Fa," ungkap Susi di kantornya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Senin (11/1/2016).
Kapal MV Hai Fa berbobot 4.306 Gross Ton (GT) sempat ditahan karena dituduh mencuri ikan di perairan Indonesia. Nahkodanya, Zhu Nian Lee, menjalani sidang di Pengadilan Perikanan Ambon, Provinsi Maluku tahun lalu.
Namun, majelis hakim yang memimpin sidang itu hanya memvonis nahkoda MV Hai Fa melanggar sanksi administratif dan dikenai denda Rp 200 juta. Parahnya lagi, MV Hai Fa justru berhasil kabur ke China pada Juni 2015.
Susi menambahkan, dari keterangan yang diperoleh, 9 kapal eks asing tersebut dibawa kabur 39 ABK, dimana 8 ABK merupakan yang tinggal untuk menjaga kapal-kapal tersebut, dan sebanyak 31 ABK lain sengaja didatangkan dari China.
Susi menuturkan, kaburnya 9 kapal penangkap ikan ukuran jumbo tersebut menduga ada peran orang dalam yang terlibat.
"Bisa saja ada kaitan dengan permainan di bawah. Ini tak boleh lagi terjadi, ini jadi pukulan sangat telak buat kita," tutupnya.
Susi Lapor Interpol
Kapal-kapal tersebut rata-rata memiliki bobot mati 300 gross ton (GT) pada 30 Desember 2015.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengungkapkan, pihaknya langsung mengambil sejumlah langkah untuk membawa 9 kapal tersebut ke Indonesia, salah satunya meminta bantuan Interpol.
"Kita segera minta Interpol menerbitkan red notice, sekaligus kerjasama dengan negara anggota interpol tangkap kapal-kapal tersebut beserta seluruh ABK untuk menjalani proses hukum di Indonesia," tegas Susi di kantonya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Senin (11/1/2016).
Tak hanya meminta bantuan interpol, Susi juga melayangkan surat pada Duta Besar China untuk Indonesia agar melakukan ekstradisi 9 kapal maupun ABK yang diduga terlibat pidana tersebut.
"Ini berdasarkan bagian dari tanggung jawab negara yang benderanya dipakai kapal, dan ini sudah sesuai hukum internasional," jelasnya.
Dia menuturkan, saat pihaknya sudah mendeteksi keberadaan 9 kapal tersebut, yang kini dalam perjalanan 'pulang' ke China lewat Papua Nugini.
"Hasil pantauan AIS (automatic identification system) pada 10 Januari pukul 12.00 9 kapal tersebu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar