Dua kabar pertama menunjukkan betapa Indonesia justru tidak siap ketika menerima persenjataan yang sudah lama ditunggu.
Kementerian Pertahanan Indonesia mengungkapkan bahwa Korea Selatan siap memberikan dua kapal selam pada bulan kelas Chang Bogo yang dibangun Daewoo Shipbuilding Marine Engineering (DSME) pada September 2016 ini. Sebenarnya ini sudah terlambat dari jadwal semula yang seharusnya kapal selam dikirim tahun lalu. Akan tetapi kini Indonesia justru meminta agar pengiriman kapal selam ditunda setidaknya sampai Desember. Alasannya infrastruktur untuk kapal selam itu belum siap.
Laksamana Leonardi, Kepala Pusat Pengadaan Departemen Pertahanan sebagaimana dilaporkan The Jakarta Post Senin 29 Februari 2016 mengatakan pemerintah telah mengucurkan Rp 1,5 triliun ke PT PAL untuk membangun infrastruktur kapal selam, termasuk hanggar dan mengambang peralatan. Tetapi karena keterlambatan pencairan dana, pembangunan menjadi terlambat. Memang aneh, ketika kapal selam sudah terlambat satu tahun, pencairan anggaran juga masih saja terlambat.
Padahal, dana rakyat untuk membeli kapal selam ini tidaklah sedikit. Kementerian Pertahanan dan DSME menandatangani kontrak untuk tiga kapal selam kelas Chang Bogo pada tahun 2011 senilai US$1,07 miliar. Sesuai dengan kontrak, dua kapal selam akan dibangun di Korea Selatan bekerja sama dengan pembuat kapal milik negara PT PAL, sementara kapal selam ketiga akan dibangun di fasilitas PT PAL di Surabaya.
Leonardi mengatakan selain persiapan infrastruktur, Indonesia juga perlu untuk melatih awak dan operator yang akan membangun kapal selam di Surabaya, Jawa Timur.
Kita tidak tahu detil kontrak tersebut. Tetapi biasanya, kontrak pembelian senjata selalu diserta dengan pelatihan, proses transfer teknologi, hingga pembangunan infrastruktur. Dan semuanya seharusnya dilakukan secara bersama-sama. Sekali lagi dalam kasus ini kita tidak tahu isi kontrak secara detil. Termasuk apakah dana US$1,07 miliar itu sudah mencakup biaya pelatihan atau tidak.
Hanya berselang sehari setelah kabar itu muncul, disusul dengan laporan sekitar 21 tank Leopard 2A yang dibeli dari Jerman belum bisa digunakan. Jumlah tersebut merupakan bagian dari 164 unit tank yang dipesan Indonesia untuk memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista). Namun, hingga saat ini, tank itu masih nganggur karena belum memiliki tempat latihan.
KSAD, Jenderal TNI Mulyono mengaku tengah mempersiapkan kawasan latihan di Cibenda, Sukabumi, Jawa Barat. Jenderal Mulyono juga mengaku saat ini tank leopard yang dimiliki TNI AD masih belum dilengkapi dengan alat komunikasi.
Main Battle Tank Leopard 2A4 dan IFV Marder yang dibeli dari Jerman datang secara bergelombang pada 2014 dan 2015. Indonesia membeli total 164 unit dari dua jenis senjata tersebut dengan anggaran yang tidak disebutkan. Artinya, lebih dari satu tahun tank itu datang dan sebagian belum bisa digunakan.
Akhirnya, tanpa harus menyalahkan dan mencari-cari kesalahan, tiga kabar ini harus ditanggapi secara serius. Jangan sampai alutsista yang sangat dibutuhkan oleh negara dengan wilayah amat luas ini justru tidak bisa berfungsi secara maksimal. Terlebih karena disebabkan negara ini yang tidak siap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar