EC725 Caracal di hanggar PT Dirgantara
Indonesia. PTDI merekomendasikan helikopter ini sebagai kendaraan
operasional presiden. (CNN Indonesia/Iwan Hermawan)
Tak hanya merakit, sebagian badan helikopter EC725 diproduksi sendiri oleh PTDI. “Sebagai pimpinan PTDI, mudah-mudahan Bapak Presiden mau menggunakan produk kami. Ini akan menjadi iklan terbaik bagi kami untuk menjual ke negara-negara lain,” kata Direktur Utama PTDI Budi Santoso di Bandung, Jawa Barat (25/11).
“Kesalahan” yang dimaksud itu terkait terkatung-katungnya kontrak pengadaan 16 helikopter Super Puma NAS 332 yang dipesan TNI AU pada tahun 1998.
Terkait hal itu, PTDI sebelumnya telah mengatakan penyelesaian helikopter Super Puma NAS 332 terhambat karena selisih kurs pada tahun pengadaan dengan tahun-tahun kemudian saat proses berjalan, serta karena kebijakan konversi pengadaan alat utama sistem senjata dari kredit ekspor ke rupiah murni demi efisiensi pembiayaan.
Selama ini PTDI bekerja sama dengan Eurocopter (kini Airbus Helicopters) yang bermarkas di Perancis. PTDI merakit dan memproduksi komponen helikopter Super Puma yang lisensinya dipegang Eurocopter guna membidik pasar helikopter di Asia, khususnya untuk fungsi militer.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna –yang juga Komisaris Utama PTDI– menyatakan pemilihan AW101 dilakukan berdasarkan kajian internal TNI AU, dimulai dari skuadron udara VVIP, lalu diteruskan ke Markas Besar TNI, hingga akhirnya dia selaku pimpinan TNI AU memutuskan memilih AW101.
Satu unit AW101, menurut anggota Komisi I Tubagus Hasanuddin, berharga sekitar US$55 juta atau setara dengan Rp752 miliar lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar