Pada Sidang Komisi Bersama
(SKB) Indonesia dan Rusia mengenai kerjasama di bidang perdagangan,
ekonomi, dan teknik di kota Kazan, Republik Tatarstan, awal tahun ini,
perwakilan Indonesia menegaskan kesiapan mereka untuk memindahkan
transaksi dengan Rusia ke dalam mata uang nasional.
Sumber: Reuters
Menurut Sofyan Djalil, menteri
koordinator bidang perekonomian Republik Indonesia saat itu dan
sekaligus bertindak sebagai kepala delegasi Indonesia, usulan untuk
bertransaksi dengan mata uang nasional sangat menarik. Ini disebabkan
Indonesia tertarik mengurangi ketergantungan pada mata uang dolar.
Pendapat serupa pun diungkapkan oleh para pejabat Rusia.
Dengan terus menguatnya dolar AS dan euro, mata uang Rusia dan Indonesia
pun terus terdevaluasi. Selain itu, Rusia dan Indonesia telah lama
menjadi mitra dagang. Omzet perdagangan bilateral Rusia dan Indonesia
mencapai 7 miliar dolar AS dalam setahun, dengan sebagian besar
pendapatan ini bukan berasal dari perdagangan bahan baku.
Kekurangan dan Kelebihan Transisi
Para ahli memperkirakan prospek transisi ke mata uang
nasional dalam perhitungan antara kedua negara masih ambigu. Perhitungan
dalam mata uang nasional menyebabkan permintaan permintaan pada
produk-produk perekonomian nasional, demikian ujar seorang profesor dari
Departemen Keuangan Universitas Ekonomi Negeri Moskow Plekhanov,
Vladimir Burlachkov. Selain itu, sang profesor mengatakan bahwa tidak
perlu lagi mengonversikan mata uang nasional ke dalam salah satu mata
uang dunia, seperti dolar AS atau euro. Dengan begitu, hal ini dapat
mengurangi risiko operasi, yang dengan kata lain, pelemahan nilai salah
satu mata uang dalam proses transaksi dapat dihindari.
Gantikan Dolar, Rusia Usulkan Penggunaan Rubel dan Rupiah dalam Perdagangan Bilateral
Pada saat yang sama, kesulitan berkaitan dengan volatilitas
mata uang nasional yang tinggi dan ketergantungan pada situasi di pasar
komoditas dunia. Dengan demikian, perhitungan dalam mata uang ini
berkaitan dengan risiko yang tinggi. Demikian Burlachkov menambahkan.
Meski begitu, menurut Burlachkov sebagian transaksi dapat
dilakukan dalam mata uang nasional kemungkinan dapat dilaksanakan dalam
waktu dekat. Dipakainya mata uang nasional dalam perdagangan bilateral
bisa menarik perusahaan kecil dan menengah untuk terjung dalam
perdagangan luar negeri. Merekalah yang sebenarnyaa akan menggunakan
mata uang nasional dalam perdagangan bilateral. Ini berdasarkan fakta
bahwa usaha kecil melibatkan sejumlah kecil uang tunai dan dengan cepat
melakukan transaksi yang akan mengurangi risiko untuk operasi mereka
berkali lipat dibandingkan dengan, misalnya, perusahaan-perusahaan
transnasional. “Ditambah, kedua pihak menjadi untung ketika sumber uang masuk baik dari perdagangan maupun investasi,” ujar anggota Komite Kebijakan Moneter dan sekaligus pakar dari “Delovaya Rossiya” Dmitry Golubovskiy.
Siapakah yang Diuntungkan dari Transisi Ini?
Kemungkinan pengenalan perhitungan dalam mata uang nasional
antara Rusia dan Indonesia dapat mempengaruhi hubungan antara Indonesia
dan Amerika Serikat, apalagi jika Indonesia berkeinginan untuk
bergabung dalam Kemitraan Trans-Pasifik. Selain itu, perlu diingat pula
bahwa Jakarta bergantung dengan investasi asing, termasuk investasi dari
AS.
“Amerika Serikat sangat menentang penggunaan mata uang
nasional karena mereka melihatnya sebagai ancaman bagi penggunaan dolar
dalam perekonomian global,” ujar Burlachkov. Namun, dalam hal ini,
Indonesia kemungkinan akan tetap mengambil jalan yang lebih
menguntungkan bagi negara, yaitu memperkuat hubungan perdagangan dan
ekonomi dengan Moskow. Demikian sang ahli berpendapat. Ini disebabkan,
penggunaan mata uang nasional dapat memperluas perdagangan dan investasi
di antara kedua negara. Menurut Burlachkov, dengan komunikasi komersial
yang intens, risiko yang berkaitan dengan mata uang nasional akan
berkurang.
Langkah Strategis
Pengenalan perhitungan dalam mata uang nasional adalah
langkah yang strategis. Meski demikian, pada tahap pertama dari
penggunaan mata uang nasional tidak akan langsung memberikan hasil yang
signifikan. Dibutuhkan penggunaan secara luas dengan prospek jangka
menengah dan panjang.
Jika Rusia mampu menemukan pasar sendiri di Indonesia untuk
peralatan dan senjata, serta kontrak untuk pembangunan infrastruktur
dan pemberian pinjaman dalam bentuk rubel, maka barulah setelah itu
transisi secara ekonomis dan politis menjadi patut dilakukan. Demikian
hal tersebut disampaikan Kepala Departemen Metodologi Badan Penilaian
Nasional Maksim Vasin.
Menurutnya, dibutuhkan suatu sistem perhitungan bank yang
efektif. Pertukaran langsung dari rupiah ke dalam rubel memerlukan
infrastruktur tambahan. “Perhitungan dalam mata uang nasional dapat dilaksanakan di bawah kontrak negara dan perjanjian antarnegara,” tambahnya.
Menurut Direktur Umum eToro Pavel Salas, inisiatif bersama
antara kedua negara mempunyai tujuan politik. Namun, hal tersebut dapat
berubah menjadi manfaat ekonomi yang nyata seiring dengan perluasan
hubungan perdagangan antara kedua negara.
Direktur umum dari perusahaan manajemen PERAMO Olga
Meshcheryakova berbicara mengenai pelaksanaan transisi pada perhitungan
lintas mata uang sebaiknya dilakukan dalam jangka 5 – 6 tahun karena
keinginan untuk bertemu dalam waktu singkat dapat menyebabkan dampak
yang tak terduga.
Meshcheryakova mengatakan, kecenderungan untuk menggunakan
banyak mata uang dalam transaksi perdagangan di dunia modern semakin
meningkat. Sebagai contoh, dapat dilihat dari mata uang yuan yang
berkeinginan untuk menjadi salah satu mata uang utama di dunia. Dalam
keadaan ini, permintaan mata uang nasional negara-negara berkembang,
seperti Rusia dan Indonesia, juga akan meningkat.
“Rusia sudah memiliki pengalaman menggunakan mata uang
nasional dalam perdagangan dengan India dan Tiongkok. Kini Rusia kembali
membahas kemungkinan ini dengan Vietnam dan Thailand,” ujar sang ahli menambahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar