Amerika Serikat (AS) bekerja sama dengan militer Jepang dan Korea Selatan menempatkan sistem rudal pertahanan untuk melacak roket, yang akan diluncurkan Korea Utara suatu waktu dalam 18 hari sejak Senin.
Kemungkinan sebuah roket tahap tiga akan dapat dilacak dengan cermat. Korea Selatan dan Jepang menyiagakan militer mereka untuk menembak jatuh roket, atau bagiannya, jika meledak dan mengancam wilayah mereka.
“Kami akan, seperti yang selalu kami lakukan, mengamati dengan seksama jika ada peluncuran, melacak peluncuran, [dan] menyiagakan aset pertahanan rudal kami,” kata Menteri Pertahanan AS Ashton Carter.
“Kami punya banyak rencana menghadapi itu. Kami dan sekutu dekat -Jepang dan Korea Selatan- siap untuk itu,” katanya.
Korea Selatan mengatakan kapal perusak Aegis-nya, radar anti rudal balistik Green Pine dan peringatan dini dan pesawat kendali Peace Eye siap.
Juru bicara Angkatan Laut AS memastikan kapal pelacak rudal USNS Howard O. Lorenzen tiba di Jepang pekan ini namun menolak mengatakan apakah itu berkaitan dengan rencana peluncuran Korea Utara.
Petunjuk Pendorong dan bagian lain juga akan dilacak saat tercebur ke laut, dengan harapan dapat diambil dan dianalisa untuk mendapatkan petunjuk tentang program roket Pyongyang.
“Mengambil bagian atau benda dari sarana peluncuran adalah bagian paling penting untuk analisa roket,” kata ahli peroketan dari Jerman, Markus Schiller.
Korea Utara mengatakan peluncuran akan terjadi pada pagi hari dan memberikan koordinat tempat pendorong dan penutup muatan akan dijatuhkan di Laut Kuning di lepas pantai barat semenanjung Korea dan Samudra Pasifik di sebelah timur Filipina.
Angkatan Laut AS memiliki peralatan sonar dan kendaraan tak berawak yang dapat digunakan untuk membantu menemukan kembali bagian itu, kata pejabat Angkatan Laut. Tidak jelas apakah peralatan itu ada di wilayah tersebut.
Korea Utara terakhir kali meluncurkan roket jarak jauh pada Desember 2012, mengirim apa yang disebut sebagai satelit komunikasi ke orbit.
Angkatan Laut Korea Selatan mengambil bagian pendorong tahap pertama yang merupakan bagian tangki bahan bakar dan salah satu dari empat mesin kemudi yang belum dapat dipastikan apakah teknologi dan bahan itu milik Korea Utara.
Pengamat mengatakan sebuah sarana peluncuran mampu membawa muatan sekitar 500 kilogram lebih dari 10.000 kilometer (6.200 mil), menurut Korea Selatan.
Sebuah hulu ledak nuklir yang beratnya sekitar 300 kilogram, meskipun Korea Utara tidak diyakini telah mampu memperkecil senjata nuklir untuk ukuran itu.
Dari bagian yang ditemukan, ahli menyimpulkan tahap kedua pendorong kemungkinan menggunakan teknologi rudal Scud pada zaman Soviet dan tidak menggunakan bahan pembakar canggih, menunjukkan roket itu cocok untuk peluncuran satelit tapi tidak layak untuk mengirim hulu ledak.
“Dugaan saya jika kamu mengambil roket yang mereka gunakan terakhir kali dan menempatkan hulu ledak di dalamnya kamu mungkin tidak akan dapat mencapai Amerika Serikat,” kata wakil direktur dan ilmuwan senior Program Keamanan Global Persatuan Ilmuwan Peduli, David Wright.
Pencarian informasi tentang program roket Korea Utara tidak akan mudah. “Beberapa bagian yang lebih menarik, mesin berefisiensi tinggi dan sistem panduan, berada di tahap atas, dan biasanya jatuh jauh ke dalam laut, dengan kecepatan tinggi ke dalam perairan yang dalam,” kata insiyur kedirgantaraan John Schilling.
“Lebih sulit menemukannya dibandingkan pesawat Malaysia yang dicari semua orang sepanjang tahun lalu,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar