Selasa, 09 Februari 2016

Tak Boleh Terbang di Indonesia, Airfast Malah Bebas Mengangkasa di Eropa

Ungkap FA Palsu Airfast, 3 Petugas Bandara Dinaikkan Pangkat
Pada Juni 2015 lalu, Komite Keselamatan Penerbangan Uni Eropa merilis lima maskapai Indonesia yang tidak termasuk dalam daftar maskapai yang dicekal masuk ke Eropa. Daftar itu hingga kini belum berubah. Airfast Indonesia salah satu yang menikmati privelege itu.
Airfast Indonesia boleh punya kasus di dalam negeri dengan adanya dugaan pemalsuan izin persetujuan terbang atau Flight Approval (FA). Kementerian Perhubungan boleh-boleh saja menjatuhkan sanksi dengan melarang sebagian operasional penerbangan maskapai itu. Kendati tak boleh melangit di angkasa Indonesia, maskapai kepanjangan tangan PT Freeport Mc Moran itu nyatanya malah leluasa melangit di Benua Eropa.
Seperti diketahui, sejak 26 Januari 2016, penerbangan Airfast Indonesia yang menggunakan Air Operator Certificate (AOC) 121 untuk jenis pesawat berkapasitas lebih dari 70 kursi dilarang terbang di Indonesia karena maskapai itu telah memalsukan beberapa surat izin persetujuan terbang.  Seperti diketahui, dalam operasional Airfast Indonesia, AOC 121 dioperasikan dengan pesawat McDonnell Douglas MD-82 dan Boeing 737-200.

Kendati dilarang terbang di dirgantara Indonesia, maskapai ini ternyata masih lebih beruntung di banding 62 maskapai di Indonesia lainnya. Komite Keselamatan Penerbangan Uni Eropa pada Juni 2015 lalu merilis daftar lima maskapai Indonesia yang tidak dicekal masuk ke Eropa. Daftar itu hingga kini masih belum berubah.
Keempat maskapai yang diperbolehkan Uni Eropa melangit di angkasa Benu Biru itu adalah Garuda Indonesia, PT Airfast Indonesia, PT Ekspres Transportasi Antarbenua (Premiair), Indonesia AirAsia dan Mandala Airlines. Yang disebut terakhir, kendati diperbolehkan terbang ke Eropa, maskapainya malah sudah tidak beroperasional lagi.
Selebihnya, sejumlah 62 maskapai penerbangan di Indonesia, termasuk maskapai terkenal dan telah memiliki market share sangat tinggi, justru tidak diperbolehkan terbang di Eropa. Mereka antara lain seperti, Lion Air, Citilink, Sriwijaya Air dan Batik Air. Hampir semua maskapai lokal dan perusahaan penerbangan perintis di Indonesia juga masuk ke dalam daftar hitam tersebut.
Pada November 2015 lalu, regulator penerbangan nasional berusaha memproses pengajuan empat maskapai nasional agar diperbolehkan terbang ke negara Uni Eropa dalam Air Safety Committee (ASC) Uni Eropa. Keempat maskapai yang diusulkan itu yakni Citilink, Lion Air, Batik Air serta Indonesia AirAsia Extra. Namun usulan itu hingga kini masih dikaji ulang. Belum ada jawaban dari Komite Keselamatan Udara Uni Eropa atas usulan itu.
Tak diketahui pula, dengan kasus pemalsuan izin terbang (flight approval) yang dikasuskan di Kepolisian ini, apakah izin terbang Airfast Indonesia di angkasa Eropa akan ikut dikaji ulang oleh Komite Keselamatan Uni Eropa atau tidak.
Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Muzaffar Ismail, seperti dikutip Okezone pada November 2015 lalu mengatakan, Uni Eropa telah mengumumkan bahwa tidak ada perubahan dari jumlah maskapai penerbangan asal Indonesia yang diperbolehkan terbang ke kawasan itu.
Padahal, masuknya maskapai asal Indonesia ke daftar operator yang boleh menerbangi rute ke Eropa menjadi jaminan suatu maskapai bisa melakukan penerbangan internasional. Muzaffar mencontohkan, untuk menerbangi rute ke Australia, otoritas penerbangan di Negeri Kanguru akan mensyaratkan operator melampirkan izin terbang untuk memasuki wilayah Uni Eropa. “Jadi, selain gengsi, izin di Eropa itu menjadi suatu pengakuan internasional,” katanya.
Saat ini Kemenhub juga sedang mengejar target penyelesaian berbagai temuan International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam Universal Safety Oversight Audit Programme (USOAP) yang saat ini telah mencapai 81,5%.
Ia meyakini, keberhasilan menyelesaikan berbagai temuan dalam USOAP sehingga mencapai skor di atas 60 bakal menjamin penilaian positif dari berbagai otoritas penerbangan, seperti European Aviation Safety Agency (EASA) Uni Eropa, maupun Federal Aviation Administration (FAA) Amerika Serikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar