Setelah diperkenalan ke publik secara resmi lewat roll-out, pesawat prototipe N219 memasuki tahap sertifikasi, dengan cara dipreteli lalu disusun ulang, dengan disaksikan petugas yang melakukan proses sertifikasi. “Disassembly dulu, dilihat dalamnya dengan teliti, baru diassembly ulang,” kata Robiawan.
Dengan cara itu petugas sertikasi bisa mengikuti semua tahapan pembuatan pesawat, mulai DARI bagian yang kecil hingga proses penggabungan komponen menjadi wujudnya yang besar. “Itu PESAWAT dibongkar ulang sampai dinyatakan clear,”.
Lebih dari 300 artikel proses penyusunan pesawat, diperiksa dalam proses sertifikasi. Saat ini baru 30 persena yang TELAH mendapat kata setuju. Proses sertifikasi juga termasuk pengujian terbang pesawat N219. “Lumayan lama, bisa sampai satu tahun,”.
Saat ini seluruh instrumen yang akan dipasang di pesawat juga SEDANG diuji di laboratorium. Setelah semua dinyatakan berfungsi, AKAN digabungkan dengan bagian fisik pesawat. “Sekarang dalam proses tes,” ujarnya.
Seluruhnya ada 4 unit pesawat N219 yang dibuat setahun ini. Dua prototipe disiapkan untuk terbang, dan dua lagi untuk menjalani semua tes beban, menguji kekuatan struktur pesawat
Jadwal flight-test dijadwalkan bulan Juli 2016. Akhir tahun ini seluruh proses sertifikasi dijadwalkan tuntas, sehingga N219 bisa langsung memasuki proses produksi masal. Seluruh alat bantu perakitan untuk produksi masal pesawat N219 dijadwalkan sudah terpenuhi Maret ini.
PTDI menargetkan produksi masal N219 mulai tahun 2017, dengan kapasitas perdana 12 pesawat setahun. “Semua yang kita buat sudah dirancang untuk mass-production N219. Maksimumnya 24 pesawat per tahun, dalam sebulan 2 pesawat,” ujar Robiawan.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia Andi Alisjahbana mengatakan, ada delapan Letter Of Intent atau dokumen pemesanan pesawat, yang berasal dari maspakai serta pemerintah daerah. “Maskapai ada lima, Pemerintah Daerah ada tiga,” ujarnya. Pemesan, diantaranya dari Aceh dan Papua yang masing-masing memesan lebih dari sepuluh pesawat.
“Target tahun pertama 12 unit pertahun, tapi kita bertahap akan naik dari 18 unit sampai 24 unit pertahun karena yang interest banyak,” ujar Andi Alisjahbana di Bandung, 10 Desember 2015 lalu.
Pesawat N219 membutuhkan 660 jam terbang untuk mendapatkan sertifikasi layak terbang Indonesia. “Kalau 2016 telah mendapat persyaratan laik terbang, maka 2017 bisa dikirim ke pelanggan. Dan tahun 2017 akan diaplikasikan untuk international sertification.
Pesawat N219 dirancang mengangkut 19 penumpang dalam dua baris. Tinggi kabin 1,7 meter, lebih luas dibanding Twin Otter yang tinggi kabinny 1,5 meter. Pesawat n219 dirancang dengan mampu terbang di landasan pendek 500 meter. (Tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar